---- Posisi dan prestasi tertinggi bagi kita sesungguhnya adalah ketika kita dapat menjadi diri kita yang seutuh-utuhnya, menjadi diri kita sebagaimana yang telah dititahkan Tuhan--
Di banyak kesempatan saya sering ditanya mengenai apa yang akan saya lakukan kalau suatu ketika saya ditunjuk menjadi Menteri di negeri tercinta ini. Terhadap pertanyaan ini biasanya saya hanya menjawab santai: Tidak mau, dan tidak akan mau. Biasanya orang yang bertanya keheranan dan menanyakan alasannya. Kenapa saya tidak mau? Jawaban sederhana saja, saya tidak ada bakat untuk menjadi seorang menteri.
Mungkin Anda berpikir saya sedang berpura-pura, berlagak rendah hati ataupun mau memancing perhatian Anda. Yang benar saja, masak ditawari jabatan yang tinggi menolak, mana ada orang yang seperti itu?
Beberapa dari Anda mungkin berpikir bahwa saya berani bicara seperti itu karena tawarannya memang belum pernah ada. Toh nanti kalau ada tawaran saya bisa berkelit dengan mengatakan ini dan itu dan ujung-ujungnya saya juga akan menerimanya juga dengan berbagai justifikasi.
Namun sesungguhnya saya sedang mengatakan hal yang sebenarnya kepada Anda. Saya tidak sedang rendah hati, saya juga tidak ingin merendah-rendahkan diri saya di hadapan Anda. Saya memang tidak berbakat menjadi pejabat pemerintah, politisi, anggota parlemen karena memang saya sungguh menyadari makna keberadaan saya di dunia ini. Saya menyadari bahwa Tuhan tidak mengutus saya ke dunia ini untuk menjadi pejabat. Garis tangan saya sudah jelas: saya diutus Tuhan untuk menjadi “Sang Pencerah”.
Orang bilang saya ini motivator, tetapi saya merasa kapasitas saya lebih daripada seorang motivator. Saya tidak hanya diberikan kemampuan untuk berbicara dan mempengaruhi orang banyak, saya juga dianugerahi Tuhan talenta untuk menulis. Saya memulai karir sebagai penulis dan saya selalu menulis karya-karya saya sendiri . Sampai hari ini saya tak pernah menggunakan jasa ghost writer yang bagi saya justru berpotensi menghambat kreativitas, ekspresi dan jati diri saya sebagai seorang penulis.
Yang pasti saya senang berpikir dan menemukan kenikmatan yang luar biasa ketika menemukan dan merumuskan berbagai konsep yang bisa mempermudah hidup orang lain. Saya senang berpikir yang kompleks untuk kemudian merumuskan hasil pemikiran saya secara sederhana sehingga mudah dimengerti dan diamalkan oleh siapapun yang menikmati karya-karya saya.
Dan itulah yang telah saya lakukan selama lebih dari 15 tahun terakhir ini. Saya telah melayani lebih dari 300 perusahaan nasional dan multi nasional di Indonesia, menulis 6 buah buku best seller dan menginspirasi masyarakat melalui buku, acara di radio dan juga di televisi. Saya sangat menikmati kehidupan saya dan tidak ingin berubah profesi menjadi hal yang lain.
Saya merasa bahwa Tuhan telah menganugerahi saya bakat yang luar biasa untuk mencerahkan orang lain. Itulah khittah saya, bakat saya, calling saya. Menjadi pejabat bagi saya bukanlah sesuatu yang membanggakan. Dan yang lebih penting lagi, menjadi pejabat tidak akan membuat saya mengeluarkan potensi terhebat yang ada dalam diri saya. Menjadi pejabat akan menjadikan saya seseorang yang berbeda yang saya tahu pasti bukanlah diri saya sendiri.
MENJADI THE REAL YOU
Saya ingat seorang Guru saya yang adalah ahli dalam bidang Politik dan Hubungan Internasional suatu ketika ditunjuk menjadi Menteri Lingkungan Hidup dan kemudian Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Saya tidak ingin menilai karya beliau di kedua tempat itu tetapi kalau melihat potensinya ia sesungguhnya lebih cocok untuk menjadi seorang ilmuwan atau -- kalaupun menjadi menteri -- Menteri Luar Negeri. Saya juga pernah melihat seorang guru besar dalam bidang Agama ditempatkan menjadi Duta Besar untuk sebuah negara Timur Tengah.
Waktu itu saya menyayangkan hal ini karena jabatan beliau sebagai Dubes membuat beliau menghilang dari Tanah Air selama beberapa tahun. Saya betul-betul kehilangan ceramah-ceramah beliau yang menurut saya sangat baik dan sangat spesifik. Yang menarik ternyata ada stasiun televisi yang menampilkan siaran langsung shalat Taraweh dari luar negeri bersama beliau.
Menurut hemat saya jabatan-jabatan tinggi yang pernah diemban oleh “guru-guru” saya tersebut sesungguhnya adalah sesuatu yang baik tetapi belum tentu sesuai dengan khittah, potensi dan calling dari masing-masing individu.
Saya kira ada banyak sekali orang yang bisa menjalankan tugas sebagai Duta Besar dengan baik, tetapi hanya ada seorang Guru Besar Agama yang bisa menjelaskan sebuah kajian tertentu dalam agama dengan spesifik dan menarik. Bagi saya Guru Agama ini akan jauh lebih mencerahkan masyarakat bila ia memanfaatkan waktunya sebagai Guru Agama bukan sebagai Duta Besar.
Hal yang sama sering kita amati dalam politik akhir-akhir ini di mana ada banyak artis dan pengusaha yang beralih peran menjadi politisi. Pertanyaannya adalah apakah mereka dapat menjadi yang paling bermanfaat dalam bidang ini?
Pertanyaan ini sangat penting karena kita memang diutus Tuhan ke dunia ini untuk menjadi orang yang bermanfaat bagi semesta alam. Dan kita sudah dibekali dengan berbagai keahlian untuk menjadi orang yang bermanfaat itu. Tugas kita sesungguhnya adalah menjadi orang yang sesuai dan sejalan dengan calling kita tersebut karena ketika kita menjalankan calling itulah potensi terindah dari diri kita akan keluar dan menjadi manfaat bagi banyak orang.
Posisi yang tertinggi dalam hidup kita bukanlah menjadi pejabat, figur publik atau apapun yang kelihatannya prestisus dan membanggakan. Segala kebanggaan itu hanyalah pernak pernik yang menghias hidup ini.
Posisi dan prestasi tertinggi bagi kita sesungguhnya adalah ketika kita dapat menjadi diri kita yang seutuh-utuhnya, menjadi diri kita sebagaimana yang telah dititahkan Tuhan kepada kita yaitu menjadi The Real You. Bila berhasil menjadi The Real You, kita akan menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama, menjadi sebaik-baiknya manusia. Inilah tiket terbesar menuju kebahagiaan.