Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kisah Shejiang Zhao yang Banting Setir dari ChatGPT ke Meta Milik Mark Zuckerberg

Shengjia Zhao, mantan peneliti OpenAI dan arsitek ChatGPT, kini memimpin Superintelligence Lab Meta milik Zuckerberg, fokus pada pengembangan AGI.
Kisah Shejiang Zhao yang Banting Setir dari ChatGPT ke Meta Milik Mark Zuckerberg
Kisah Shejiang Zhao yang Banting Setir dari ChatGPT ke Meta Milik Mark Zuckerberg

Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan milik orang terkaya dunia Mark Zuckerberg, Meta Platforms Inc. berhasil mencaplok empat peneliti OpenAI, mereka yang membangun ChatGPT, salah satunya Shengjia Zhao, sang lulusan Stanford. 

Di akhir Juli ini, CEO Meta, Mark Zuckerberg, mengumumkan telah menunjuk Zhao sebagai Kepala Ilmuwan di Superintelligence Lab Meta, sebuah inisiatif baru yang berani yang berfokus pada pengembangan Kecerdasan Umum Buatan (Artificial General Intelligence/AGI).

Pada tahun 2014, seorang mahasiswa muda dari Tiongkok berjalan di kampus Rice University yang luas di Texas, tidak tahu bahwa satu dekade kemudian, ia akan berada di pusat salah satu teknologi terkuat di zaman kita.

Namun, kedatangan Zhao pada momen ini tidak datang dalam semalam. Penunjukkannya merupakan hasil dari perjalanan akademis yang dirancang dengan cermat, melintasi benua, lintas institusi, dan lintas batas ilmu pengetahuan.

Masih berusia 31 tahun, kisah Zhao dimulai di Universitas Tsinghua, yang sering dianggap sebagai sekolah teknik paling bergengsi di China. Di sana, ketelitian akademis bukan sekadar harapan, melainkan landasannya.

Shengjia Zhao, yang dulu hanyalah seorang mahasiswa pertukaran dari Universitas Tsinghua, yang menonjol bukan hanya karena nilainya. Para profesor mengenangnya sebagai mahasiswa yang tidak puas hanya dengan memecahkan masalah. Dia terus menerus ingin tahu mengapa masalah itu muncul.

Dia terjun ke ilmu komputer dengan intensitas seseorang yang menyadari bahwa dunia sedang berada di ambang transformasi. Saat lulus pada 2016, Zhao telah melangkahkan kaki pertamanya ke panggung global, dengan tujuan untuk pembelajaran yang lebih mendalam dan dampak yang lebih luas.

Pada tahun 2014, saat masih menjadi mahasiswa Tsinghua, Zhao menyeberangi Samudra Pasifik selama menjalani satu semester di Rice University di Houston, AS. Pengalaman itu adalah pertama kalinya di luar China dan membuka jalannya menuju dirinya saat ini. 

Di Rice, Zhao melihat pendekatan yang berbeda dalam pemecahan masalah. Kuliah sering kali berganti menjadi sesi laboratorium dan debat, di mana dia menguji ide-ide, menantangnya, dan mengembangkannya. 

Lebih penting lagi, dia juga belajar bagaimana berkolaborasi lintas budaya, disiplin ilmu, dan perspektif.

Satu semester itu bukan hanya soal tugas kuliah, tetapi juga merupakan awal dari perkembangan jenis ilmu kolaboratif dan global yang akan dituntut oleh penelitian AI di tahun-tahun mendatang.

Ketika Zhao bergabung dengan program PhD Ilmu Komputer di Stanford University pada 2016, dia memasuki jantung revolusi AI di Silicon Valley. Namun tidak seperti mereka yang mengejar ketenaran perusahaan rintisan atau pendanaan cepat, Zhao tetap dekat dengan apa yang dia cintai, yaitu penelitian mendalam.  

Selama enam tahun berikutnya, dia mendalami topik-topik yang kelak menjadi DNA AI generatif, melakukan pelatihan model skala besar, pembelajaran penguatan, dan sistem multimoda.

Dia terpesona oleh bagaimana mesin tidak hanya dapat memproses bahasa, tetapi juga belajar darinya, bernalar melaluinya, dan akhirnya, berkomunikasi seperti manusia.

Dia meraih gelar PhD pada 2022, bukan dengan gembar-gembor, melainkan dengan keyakinan yang tenang layaknya seseorang yang siap membangun gelombang sistem cerdas berikutnya.

Sang Arsitek ChatGPT

Segera setelah lulus dari Stanford, Zhao bergabung dengan OpenAI, perusahaan riset di balik ChatGPT. Meskipun sebagian besar fokus publik tertuju pada kepemimpinan OpenAI, di dalam lab, Zhao adalah salah satu arsitek utama di balik layar.

Dia berkontribusi langsung pada penciptaan GPT-4, dan kemudian, versi yang lebih gesit seperti GPT-4.1 dan o3.

Keahliannya membantu membentuk bagaimana model-model ini belajar dari umpan balik manusia, memproses ambiguitas, dan merespons dengan nuansa. 

Jika Anda pernah berinteraksi secara mengejutkan dengan ChatGPT yang bijaksana atau bermanfaat, Anda mungkin pernah merasakan dampak positif dari karya Zhao.

Jalani Misi Baru di Meta

Pada Juli 2025, nama Zhao kembali muncul di berita utama, tetapi kali ini, bukan karena model yang dia bangun, melainkan karena model yang akan dia pimpin.

Laboratorium Superintelijen Meta, yang diumumkan oleh Zuckerberg, bertujuan untuk melampaui AI yang ada saat ini menuju ranah Kecerdasan Umum Buatan (AGI). Meta ingin membangun AI yang dapat berpikir, beradaptasi, dan bernalar lintas domain seperti manusia. 

Di pucuk pimpinan visi ilmiah ini ada Shengjia Zhao. Dia sekarang bekerja sama erat dengan Alexandr Wang, Chief AI Officer Meta dan pendiri Scale AI.

Bersama-sama, mereka membentuk tim peneliti kelas dunia untuk menata kembali potensi AI, bukan hanya sebagai produk, tetapi juga sebagai bentuk kecerdasan.

Penunjukan Zhao bukan hanya soal bakat. Melainkan soal kepercayaan. Meta, seperti raksasa teknologi lainnya, memahami bahwa masa depan AI tidak akan ditentukan oleh suara paling lantang di ruangan itu, melainkan oleh orang yang mengerti cara mendengarkan, belajar, dan memimpin.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro