Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pentingnya Budaya Kepatuhan dan Sistem Deteksi Risiko

Budaya kepatuhan dan sistem risiko penting dalam sebuah perusahaaan
Ilustrasi entrepreneur
Ilustrasi entrepreneur

Bisnis.com, JAKARTA – Di era global saat ini, kepatuhan terhadap regulasi menjadi pilar utama yang harus diperkuat oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk membangun sistem tata kelola yang kuat dan transparan.

Kepatuhan bukan hanya soal dokumen. Yang lebih penting adalah membangun budaya perusahaan yang menjunjung tinggi etika, transparansi, dan akuntabilitas.

Kepemimpinan yang kuat serta kesadaran di semua tingkatan organisasi menjadi kunci dalam mewujudkan hal ini. Ketika sistem internal sudah kokoh, risiko pelanggaran dan sanksi dapat diminimalkan.

Manajemen risiko juga harus terintegrasi dengan strategi bisnis. Regulasi global terus berkembang seiring dengan dinamika geopolitik dan kemajuan teknologi.

Oleh karena itu, perusahaan harus tetap gesit dan terus memperbaharui pengetahuannya agar tidak tertinggal. Untuk menghadapi tantangan ini, perusahaan memerlukan panduan dan dukungan yang konkret.

Marzuki Darusman, Penasihat Senior di Moores Rowland Indonesia menekankan perlunya Indonesia segera menetapkan definisi konflik kepentingan, baik dalam hukum maupun praktik. Ia menyebutkan bahwa ketiadaan definisi ini dalam regulasi saat ini menjadi hambatan besar dalam pemberantasan korupsi.

"Kompleksitas regulasi internasional semakin meningkat. Perusahaan tidak bisa lagi mengandalkan pendekatan reaktif; mereka harus secara proaktif membangun sistem kepatuhan,” ujar Marzuki dalam forum "Penguatan Kepatuhan dan Manajemen Risiko di Indonesia" dikutip dari keterangannya.

Sementara itu, Ahmad Hidayat, MBA, Direktur Manajemen Audit Internal di Danantara, menyampaikan kepatuhan bukan sekadar kewajiban; ini adalah strategi untuk menjaga keberlanjutan bisnis.

Pada sesi pertama, Wendy Wysong, Partner di Steptoe | Hong Kong, menekankan bahwa regulasi ini dapat berdampak langsung terhadap perusahaan Indonesia yang terlibat dalam perdagangan internasional.

Dia juga menyoroti bahwa banyak negara besar lain yang menjadi mitra dagang memiliki undang-undang anti-korupsi mereka sendiri, bahkan beberapa di antaranya lebih luas dari regulasi Amerika Serikat.

Oleh karena itu, perusahaan di Indonesia tidak bisa berasumsi bahwa ketiadaan hubungan langsung dengan AS membuat mereka bebas dari kewajiban kepatuhan.

“Kepatuhan terhadap hukum internasional bukan pilihan, ini adalah keharusan jika ingin tetap bersaing di pasar global,” tegasnya.

Dr. Laode M. Syarif, mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang menekankan pentingnya membangun tata kelola perusahaan yang berlandaskan integritas.

“Implementasi kebijakan anti-korupsi harus menjadi bagian integral dari strategi perusahaan, bukan sekadar dokumen formal,” ujarnya.

Setelah itu, Ali Burney, juga Partner di Steptoe | Hong Kong, mengatakan perusahaan perlu memiliki mekanisme deteksi dan pelaporan yang andal untuk mengantisipasi risiko keuangan,” tegasnya.

Wendy Wysong menambahkan bahwa langkah kepatuhan yang proaktif seharusnya dipandang sebagai investasi yang memberikan nilai tambah bagi perusahaan.

Yunus Husein, mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), menekankan pentingnya kolaborasi. “Kepatuhan finansial adalah tanggung jawab bersama antara otoritas dan pelaku usaha,” tutupnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper