Bisnis.com, JAKARTA — Jensen Huang, miliarder pendiri sekaligus CEO Nvidia, mengalami penyusutan kekayaan bersih sebesar US$9,5 miliar atau setara dengan Rp157,5 triliun dalam satu hari usai saham perusahaannya anjlok pada Kamis (27/2/2025).
Menurut daftar Real-Time Billionaires Forbes, Jensen Huang, 62 tahun, kini diperkirakan memiliki kekayaan senilai US$150,1 miliar, imbas dari penurunan tajam harga saham Nvidia.
Huang, yang mendirikan Nvidia pada 1993, telah memimpin perusahaan tersebut untuk mendominasi industri pemrosesan grafis, pertama dalam permainan dan kemudian dalam kecerdasan buatan.
Pertumbuhan eksplosif perusahaan tersebut mendorong nilai pasarnya melampaui US$3 triliun pada 2024, menjadikannya salah satu perusahaan paling berharga di dunia.
Namun, Huang memiliki hanya sekitar 3% saham Nvidia, yang melantai di bursa saham pada 1999.
Meskipun Nvidia melaporkan laba kuartal keempat 2024 yang kuat, sahamnya turun 8,5% pada Kamis (27/2/2025) setelah perkiraan margin kotor kuartal pertama perusahaan tahun ini tidak memenuhi ekspektasi.
Baca Juga
Nvidia memproyeksikan margin kotor sebesar 71%, turun dari 73% pada kuartal sebelumnya dan di bawah estimasi Wall Street sebesar 72,1%.
Adapun, perusahaan memperkirakan pendapatan kuartal pertama sebesar US$43 miliar, sedikit di atas ekspektasi analis sebesar US$42,3 miliar.
Namun, penurunan sahamnya kali ini menunjukkan beberapa investor tetap berhati-hati.
Penurunan tajam saham Nvidia pada Kamis menyebabkan kerugiannya selama lima sesi perdagangan terakhir menjadi sekitar 14%, mendorong kapitalisasi pasarnya kembali di bawah US$3 triliun, di belakang Apple dan Microsoft.
Di antara nama-nama teknologi penting lainnya, Tesla turun 3%, memperpanjang penurunan tahun-ke-tahun menjadi 30%. Apple, Microsoft, Amazon, Alphabet, dan Meta Platforms juga mundur, karena saham teknologi secara luas menghadapi tekanan jual di tengah ketidakpastian pasar.
Lahir di Taiwan, Huang sempat pindah ke Thailand saat masih kecil sebelum keluarganya mengirim dia dan saudaranya ke Amerika Serikat di tengah kerusuhan politik.
Dia merupakan lulusan Oregon State University dan Stanford, dan telah menyumbangkan US$30 juta untuk pusat teknik Stanford dan US$50 juta untuk Oregon State untuk fasilitas penelitian yang menyandang namanya.