Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Profil Moon Jae In, Mantan Presiden Korea Selatan yang Jadi Tersangka Kasus Penyuapan

Mantan Presiden Korea Selatan, Moon Jae In, jadi tersangka kasus penyuapan, simak profilnya
Mantan Presiden Korsel Moon Jae In/reuters-Kim Hong-Ji
Mantan Presiden Korsel Moon Jae In/reuters-Kim Hong-Ji

Bisnis.com, JAKARTA -- Mantan Presiden Korea Selatan, Moon Jae In, telah dinyatakan sebagai tersangka dalam kasus penyuapan. 

Kasus tersebut menduga Moon Jae In terlibat ketika mantan menantunya menerima perlakuan istimewa dengan mendapatkan pekerjaan di sebuah maskapai penerbangan, Thai Eastar Jet, sebagai imbalan atas pengaturan penunjukan pejabat penting di pemerintahan bagi politisi yang mendirikan maskapai penerbangan. 

Atas tuduhan tersebut, rumah putri Moon Jae In digeledah oleh Divisi Kriminal 3 dari Kantor Kejaksaan Distrik Jeonju yang memimpin penyelidikan. 

Profil Moon Jae In, Anak Pengungsi Korea Utara

Mantan Presiden Korea Selatan ke-12 itu lahir di Pulau Geoje, provinsi Gyeongsang Selatan, Korea Selatan pada  24 Januari 1953. Dia merupakan seorang pengacara dan pemimpin Partai Demokrat Korea Selatan sebelum menjabat sebagai presiden. 

Orangtua Moon adalah pengungsi yang melarikan diri dari Korea Utara menjelang serangan dari China pada 1950 selama Perang Korea. Mereka termasuk di antara 100.000 warga sipil yang dievakuasi dari Hungnam, Korea Utara. Moon Jae In lahir di pusat relokasi pengungsi di Geoje, sebuah pulau di barat daya Busan. Keluarganya kemudian pindah ke Busan, dan Moon menghabiskan masa kecilnya di sana. 

Memiliki kehidupan yang lebih baik, Moon Jae In menempuh pendidikan tingginya di  Universitas Kyung Hee di Seoul pada 1972 dan sempat menjadi aktivis dalam gerakan mahasiswa melawan rezim otoriter Presiden Park Chung-Hee. 

Atas aksi tersebut pula dia dikeluarkan dan dipenjarakan sebentar karena aktivismenya.

Pada 1975, Moon masuk dalam wajib militer tentara Korea Selatan, di mana dia bertugas sebagai komando pasukan khusus. Pada bulan Agustus 1976, dua perwira Angkatan Darat AS dibunuh oleh pasukan Korea Utara selama latihan pemangkasan pohon rutin di zona demiliterisasi (DMZ).  

Setelah menyelesaikan dinas militernya pada 1978, Moon kembali ke bangku kuliah dan memperoleh gelar sarjana hukum dari Universitas Kyung Hee pada 1980. 

Menyusul gelarnya sebagai sarjana hukum, pada 1982, Moon mendirikan firma hukum di Busan bersama sahabatnya dan calon presiden Korea Selatan Roh Moo-Hyun. Keduanya menjadi spesialis dalam masalah hak sipil dan hak asasi manusia, dan mereka bekerja untuk membela serikat pekerja dan aktivis mahasiswa yang menghadapi penganiayaan di bawah Presiden Chun Doo-Hwan. 

Dengan pemulihan demokrasi pada 1987, Roh beralih ke dunia politik sementara Moon melanjutkan karier hukumnya.

Terjun ke Dunia Politik

Ketika Roh terpilih sebagai presiden pada Desember 2002, dia menggandeng Moon untuk bertugas di kabinetnya. Roh mulai menjabat pada bulan Februari 2003, dan Moon diangkat menjadi sekretaris senior Roh untuk urusan sipil. 

Selama masa kepresidenan Roh, peran penting Moon dalam pemerintahan membuatnya mendapat julukan "Bayangan Roh." 

Pada 2004, Moon juga membantu Roh meresmikan Kompleks Industri Kaesong, zona perdagangan bebas bea dan kompleks manufaktur di sebelah utara DMZ yang dioperasikan bersama oleh pemerintah Korea Utara dan Korea Selatan.  

Proyek Kaesong merupakan salah satu bentuk strategi keterlibatan Roh dengan Korea Utara yang paling menonjol, dan merupakan kelanjutan dari kebijakan “Sunshine” yang digagas oleh pendahulu Roh, Kim Dae-Jung.

Pada 2006, Moon ditunjuk sebagai kepala staf Roh, dan menjadi penyelenggara utama pertemuan puncak bersejarah antara Roh dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Il pada Oktober 2007. Pertemuan itu menghasilkan rencana delapan poin yang ambisius yang dirancang untuk membawa perdamaian ke semenanjung Korea. 

Melaju ke Kursi Presiden

Pada 2012, Moon terjun ke politik elektoral untuk pertama kalinya, danmemenangkan kursi di Majelis Nasional yang mewakili distrik Sasang di Busan. 

Pada Desember 2012, dia menjadi kandidat Partai Demokrat Bersatu (DUP) dalam kontes presiden melawan Park Geun-Hye, putri Park Chung-Hee. Moon kalah tipis, tetapi dia tetap aktif dalam politik baik di tingkat nasional maupun partai. 

Pada Februari 2015, dia diangkat sebagai ketua penerus DUP, Aliansi Politik Baru untuk Demokrasi (NPAD). Namun, Moon memilih untuk tidak mencalonkan diri kembali untuk kursi Majelis Nasionalnya pada 2016.

Namun, dengan adanya Pemakzulan Park Geun Hye yang memicu pemilihan umum dadakan, Moon dengan cepat muncul sebagai calon terdepan. 

Kala itu, Moon berjanji untuk mengendalikan kekuatan para konglomerat, memutuskan hubungan antara pemerintah dan bisnis, dan bahkan mengadopsi kebijakan Korea Utara.

Pemilihan presiden Korea Selatan biasanya diikuti oleh masa transisi dua bulan, tetapi konvensi itu ditangguhkan demi mengakhiri ketidakpastian politik yang dipicu oleh pemakzulan Park. Moon memenangkan kontestasi pada 9 Mei 2017 dengan telak, menjadi presiden liberal pertama Korea Selatan dalam hampir satu dekade, dan langsung dilantik pada 10 Mei 2017. 

Pada 2021, kekayaan bersih Moon Jae-in diperkirakan mencapai US$2 juta. Kekayaannya terutama berasal dari layanan publik dan gajinya sebagai Presiden Korea Selatan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper