"Kebaikan dalam berkata akan menghasilkan keyakinan. Kebaikan dalam berpikir menumbuhkan kesungguhan. Kebaikan dalam memberi melahirkan cinta." (Lao Tzu)
Seorang kawan wanita pernah bercerita soal perlakuan suaminya terhadapnya. Dia mengutarakan niat kepada sang suami untuk melakukan perjalanan ke luar negeri bersama dengan grup senamnya. “Dia mengizinkan sih, tapi wajahnya enggak enak banget. Sengak. Enggak ngerti mengapa begitu. Namun aku cuek saja. Capek tiap kali berkomunikasi selalu caranya enggak nyaman.”
Melalui kisah kawan tersebut, terlihat ada hal yang tidak pas, entah dalam hal niat atau dalam cara berkomunikasi antara pasangan suami istri tersebut.
Suatu ketika, saya juga melihat seorang tukang parkir yang entah mengapa marah-marah sembari mengacungkan tinju kepada pengemudi yang memacu kendaraan dengan kencang. Saya yang penasaran bertanya pada si tukang parkir. “Kenapa marah?”
Dia menjawab, “Memang sih pak, dia ngasih lebihan Rp10.000 perak. Namun, caranya tuh yang enggak menghargai orang. Masa duitnya diremas dan dilempar ke saya, hampir kena muka saya!”
Memang, niat untuk melakukan sesuatu hanya akan terwujud dengan baik jika disertai dengan cara yang baik pula.
Banyak kisah serupa. Misalnya, para suami yang sedang bepergian ke luar negeri atau keluar daerah, ingin memberikan oleh-oleh sebagai niat baik untuk menyenangkan sang isteri. Barang pun dibeli dan diberikan kepada isteri. Ternyata oleh-oleh itu tidak melahirkan rasa senang dari sang isteri.
Isteri justru 'menyalahkan' sang suami, karena pelbagai hal mulai dari barang yang tak cocok dengan selera isteri hingga harga barang yang dianggap kemahalan. Harapan suami untuk menyenangkan isteri malah berbuah raut cemberut.
Tak Selaras
Di suatu perusahaan, terjadi pergantian pimpinan puncak. Dalam momen hari ulang tahun bos baru itu para manajemen berniat menyuguhkan suatu kejutan. Mereka mempersiapkan suatu kemeriahan hari ulang tahun bos baru dengan acara nyanyian dan sederet acara kejutan. Mereka berniat kejutan itu akan menyenangkan sang bos baru.
Alih-alih menimbulkan kegembiraan, acara tersebut ternyata bukan model yang disukai sang bos baru. Ternyata ia lebih senang segala hal yang kalem, tidak 'berisik', dan jauh dari gaya eksklusif seorang atasan.
Acarapun berjalan hambar dan semua yang hadir menjadi serba kikuk dan canggung. Sang bos sama sekali tidak antusias, apalagi gembira. Ia menjalani acara itu dengan wajah masam dan semua harapan untuk bergembira bersama pun menjadi padam.
Para kakek dan nenek sering menjadi biang kesalahan dalam pendidikan hidup para cucunya. Karena para cucu yang kesehariannya dididik dengan disiplin, tertib, hemat oleh ayah bundanya, begitu dalam 'genggaman' kakek neneknya semua pelajaran ayah bundanya menjadi berantakan.
Tak dapat disangkal bahwa terdapat kecenderungan kakek nenek di manapun, selalu berusaha memanjakan sang cucu. Jujur, saya pun melakukan perbuatan tidak baik ini. Misalnya, sang cucu kalau membeli mainan, oleh ayah bundanya hanya diberi jatah satu mainan. Sementara oleh kakek dan nenek, bila membeli mainan, tak ada batasan jumah mainan yang boleh dibeli sang cucu. Ini boleh, itu boleh.
Cara Baik
Contoh yang masih hangat adalah soal polemik perlunya peraturan pemerintah (perpu) tentang Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi yang telah sah menjadi Undang-undang. Entah niat nya buruk atau baik, saya tak paham politik, atau cara memproses dan mensosialisasikannya. Di sini pun pasti terdapat suatu kesalahan, entah dalam soal niat atau caranya, atau salah kedua-duanya.
Benar dikatakan oleh Stephen Covey, "Kebijaksanaan adalah suatu niat yang baik yang dilakukan dengan cara-cara yang baik.”
Niat yang baik, yang positif tak akan efektif terjadi dalam implementasinya bila tak disertai cara-cara yang baik, yang cocok, dan yang tepat. Sebagaimana dalam prinsip manajemen, hasil yang baik hanya akan tercapai bila segenap prosesnya dilakukan dengan baik pula.
Dalam segala segi kehidupan, kesalahan demi kesalahan seputar niat dan atau cara itu jamak terjadi. Dalam pemikiran yang positif, yang namanya kesalahan itu tentulah harus diperbaiki.
Bila pemikiran itu yang Anda pilih, kata para tetua ini layak kita simak baik-baik, "Tiada soal seberapa jauh Anda melangkah ke jalan yang salah, tetapi Anda tetap dapat berputar balik."