Generasi milenial! Di Indonesia, inilah sebutan yang kita berikan untuk generasi yang lahir setelah 1980-an. Konon, mereka akan lebih kaya (karena mewarisi asuransi orang tuanya!), lebih sehat, namun juga berpotensi lebih egois dan narsis.
Kalau ditelusuri, generasi milenial ini sebenarnya mencakup dua jenis generasi. Pertama, gen Y yang lahir pada 1980-an. Atau, biasanya disebut dengan generasi millenium. Inilah generasi yang banyak dibesarkan dengan susu formula. Ada yang menyebutnya generasi Dragon Ball, atau generasi Power Rangers. Karena bacaan dan film itulah yang menemani masa kecil mereka.
Yang kedua, adalah gen Z yang lahir antara 1990 hingga 2010-an. Mereka juga seringkali disebut generasi Platinum. Atau, ada pula yang menyebutnya sebagai generasi ponsel. Sebuah survei yang dilakukan dengan para generasi platinum menemukan fakta menarik. Sebanyak 70% mengatakan, “smartphone adalah bagian dari kehidupan saya.” Aktivitas mereka, 50% untuk games dan entertainment sedangkan 27% untuk kerja. Lalu, 70% mengatakan bahwa setiap hari mereka menggunakan minimal 2 – 9 aplikasi.
Angkatan Kerja
Tidak bisa dihindari, para milenial mulai memasuki angkatan kerja saat ini. Dan inilah yang jadi masalah. Sebab, para generasi sebelumnya khususnya generasi baby boomer (yang lahir sebelum 1970) atau generasi X yang lahir sekitar 1970-an, mengalami perbedaan nilai dan sudut pandang dengan mereka.
Para generasi sebelumnya, yang oleh para milenial seringkali diplesetkan menjadi generasi kolonial (maaf ya, para generasi baby boomer dan generasi X, jangan tersinggung!) seringkali mulai konflik dengan mereka. Apalagi kalau menyangkut nilai-nilai dalam bekerja.
Baca Juga
Jika bagi generasi baby boomer atau generasi X, kerja masih dianggap sebagai sesuatu yang sangat prestisius karena kondisi ekonomi yang sulit, maka generasi milenial punya taraf hidup yang lebih baik. Akibatnya, kerja bukan lagi alasan ekonomi semata tetapi, lebih kepada kesenangan dan ekspresi diri. Tak mengherankan, jika pekerjaan menjadi terlalu berat, stressful ataupun dianggap kurang memberikan ruang bagi mereka untuk berekspresi, maka denagan mudahnya mereka keluar.
Akibatnya, ada beberapa persepsi miring yang seringkali dilabelkan oleh para kaum baby boomer dan generasi X kepada para milenial. Diantaranya: tidak loyal dalam bekerja. Juga tidak tahan dengan kesulitan. Maunya yang cepat dan instan. Lalu, tidak tahu sopan santun.
Lalu, apakah label tersebut selamanya benar?
Tentu saja tidak. Sebenarnya, dalam realitanya para baby boomer dan generasi X mampu melihat kecepatan kerja generasi milenial yang sangat tinggi. Bahkan, tak jarang para milenial pun bisa bekerja begadang semalam suntuk untuk pekerjaan yang sungguh mereka nikmati.
Mereka juga yang akan lebih banyak menemukan cara-cara praktis dan cepat dalam bekerja lewat temuan aplikasi dan mendayagunakan high tech. Dan bicara soal high tech, itu pula yang seringkali membuat para milenial merasa bahwa para baby boomer khususnya, terlalu gaptek dan sudah di comfort zone mereka, sehingga tidak mau lagi belajar.
Nah, siapa yang benar dan siapa yang salah? Tentu saja, persepsi ini tidak bisa digeneralisasikan.
Akan tetapi, memahmi soal perbedaan generasi ini akan sangat membantu kita untuk mengoptimalkan para tenaga kerja baru, yakni para milenial yang energinya sebenarnya luar biasa. Hanya saja, bagaimana para pemimpin yang notabene banyak yang merupakan generasi baby boomer dan generasi X, bisa mengoptimalkan mereka?
7 Tips Penting
- Jangan suka bermain rahasia-rahasiaan.
Ingatlah, generasi milenial yang dimulai dengan gen Y (kalau dibahasakan kalimatnya adalah mirip ‘why’? Ada apa?). Inilah generasi yang kepo, pingin tahu. Kalau generasi baby boomer sering bermain rahasia-rahasiaan, mirip seperti orang tua dulu yang berbahasa Belanda supaya anaknya tidak paham, maka jaman sekarang anak milenial sebaiknya diberitahu. Atau, kalau tidak mereka akan mencari tahu. Dalam organisasi pun sebaiknya jangan suka main rahasia-rahasiaan, terbukalah dan berdiskusi dengan mereka soal apa yang terjadi.
- Berikan alasannya ketika menyuruh mereka melakukan sesuatu.
Ingat juga, generasi Y juga bisa dibaca ‘why’ dalam artinya ‘kenapa.’ Artinya, mereka kepingin tahu dibalik sesuatu instruksi ataupun perintah. Gaya komando dan gaya diktator yang kadang ditunjukkan oleh para baby boomer dan gen X, mulai harus berubah. Bahkan, kalau bicara dengan para milenial, harus dijelaskan alasan di balik suatu aturan ataupun perintah. Semakin mereka paham, semakin mereka akan lebih sukarela untuk mengerjakan.
- Kurangi sekat-sekat birokrasi dan formalitas.
Para milenial tidak terlalu suka dengan birokrasi. Mereka tidak terlalu suka formalitas. Bukan berarti mereka tidak menghormati, mereka hanya tidak terlalu suka berpura-pura. Bagi mereka, birokrasi itu seperti menggunakan topeng dan harus banyak berpura-pura. Mereka lebih suka tampil apa adanya. Bahkan, antara bawahan dengan atasanpun, bagi mereka tidak perlu jaga jarak ataupun terlalu penuh formalitas. Bagi mereka, menyelesaikan pekerjaan atau proyek lebih utama daripada sibuk dengan urusan formalitas yang menurut mereka terlalu bertele-tele.
- Kurangi aturan dan SOP (standard operating procedure), tambahkan kebebasan berkreasi.
Para milenial menginginkan kebebasan dan tidak dibatasi banyak aturan. Inilah yang seringkali membuat para baby boomer susah menerimanya. Alasannya, bagi para baby boomer, proses yang baik dibutuhkan untuk mencapai hasil yang baik. Sementara, bagi para milenial, yang penting adalah hasilnya. Itulah sebabnya, banyak milenial yang lebih suka bekerja di perusahaan yang tidak memiliki aturan yang kaku.
- Organisasi harus lebih gaul dan fun.
Pernah melihat perusahaan yang dibangun para milenial? Style kantor dan ruang kerja mereka menarik, dengan tampilannya gaul. Tak mengherankan jika perusahaan dengan desain kerja yang gaul seperti Google, menjadi daya tarik bagi milenial. Bagi mereka, semakin gaul penampiulan kantor, akan membuat mereka lebih betah dan kreatif.
Oleh karena itu, para pemimpin juga mesti belajar berpenampilan dan bergaya lebih gaul pula. Inilah yang kadang menjadi masalah bagi para baby boomer, sebab umumnya mereka terbiasa dengan gaya-gaya formal dan kaku. Karena itulah, milenial menyukai yang namanya xellenial, yang menggambarkan generasi X yang bisa bergaya milenial. Atau, istilah ‘zoomer’ yang menggambarkan para baby boomer yang bisa bergaya seperti gen z. Jadi, kuncinya, adalah lebih gaul dan menyesuaikan!
- Kasih ruang mengekspresikan diri.
Para milenial senang ketika punya kesempatan mengekspresikan ide maupun jati dirinya. Bukankah itulah yang membuat sosial media, menjadi tren bagi para milenial? Begitu pula di tempat kerja. Adanya kesempatan bagi para milenial untuk mengungkapkan diri, mengekspresikan ide serta diapreasi, akan membuat mereka merasa tercapai kebutuhan aktualiasasinya.
- Hargai secara lebih personal.
Ingatlah, milenial adalah generasi yang merasa dirinya penting. Alasannya, mereka dibesarkan dan lingkungan keluarga yang kecil. Agak beda dengan generasi baby boomer yang dibesarkan di keluarga besar. Akibatnya, milenial sangat membutuhkan sentuhan personal. Karena itulah, mulai dari pujian, hingga memberikan apreasisi usahakan untuk disesuaikan degan hobi, dan nilai-nilai personal mereka. Fakta menunjukkan organisasi yang bisa membuat para milenial betah adalah yang mampu menyentuh level personal mereka.
So, sudah milenialkah cara memimpin di organisasi Anda?
Anthony Dio Martin
CEO HR Excellency & Miniworkshopseries Indonesia, trainer, penulis, executive coach, host di radio bisnis SmartFM.