Bisnis.com, JAKARTA -- Lembaga Komisaris dan Direktur Indonesia (LKDI) menyayangkan masih banyaknya kasus yang menyeret pemegang saham bahkan anggota direksi dari perusahaan terbuka dan BUMN.
Ketua Badan Pengurus LKDI Kanaka Puradireja mengatakan munculnya kasus tersebut menunjukkan bahwa penerapan governansi korporat di Indonesia masih jauh dari ekspektasi maupun standar/pedoman yang ada.
Menurutnya penyebab utama terjadinya kasus tersebut adalah minimnya pemahaman direksi dan dewan komisaris mengenai governansi korporat,
khususnya peran dan tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris berdasarkan UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan berdasarkan prinsip governansi korporat.
"Ini diperparah dengan minimnya penegakan hukum dan pemberian sanksi kepada pihak yang melanggar prinsip governansi korporat," ujarnya dalam rilis yang diterima Bisnis, Rabu (30/1/2019).
Padahal, keduanya memiliki peran krusial dalam menentukan berjalannya governansi korporat di korporasi. Direksi berperan sebagai organ pengelolaan korporasi, dan Dewan Komisaris berperan sebagai organ pengawasan dalam mengawasi aktivitas pengelolaan yang dilaksanakan oleh Direksi.
Opini ini didasarkan pada hasil observasi dari interaksi dan partisipasi LKDI dalam aktivitas sosialisasi governansi korporat ke berbagai perusahaan.
Baca Juga
Salah satu basis opini LKDI bersumber dari highlight Corporate Governance (CG) Watch 2018 yang dirilis oleh Asian Corporate Governance Association (ACGA) di akhir tahun 2018.
"Dalam dokumen ringkasan CG Watch disampaikan bahwa isu governansi bukan merupakan agenda utama pemerintah," tuturnya.
Akibat minimnya pemahaman mengenai governansi korporat, Direktur maupun Komisaris sering melakukan kesalahan dalam menjalankan peran dan tanggung jawabnya.
Berdasarkan fakta yang ada, LKDI berkesimpulan bahwa pelatihan governansi korporat berkesinambungan (yang didalammya termasuk mengenai tugas dan tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris) merupakan suatu keniscayaan.
"Dapat dibayangkan pihak yang diharapkan menjadi aktor utama dalam penerapan governansi korporat justru tidak memahami esensi governansi korporat. Hasilnya tentu kekacauan dan berbagai kasus bad governance yang tidak kunjung berhenti," ujarnya