Bisnis.com, JAKARTA -- Serangan Israel ke Gaza, Palestina masih terus terjadi, hal ini membuat geram para pendukung gerakan kemanusiaan termasuk perusahaan es krim Ben & Jerry's.
Merek es krim Ben & Jerry's baru-baru ini mengajukan gugatan kepada perusahaan induknya, Unilever, karena disebut telah membungkam upayanya untuk menyatakan dukungan bagi pengungsi Palestina dan mengancam akan membubarkan dewan direksi dan menuntut anggotanya atas masalah tersebut.
Dilansir Reuters, Jumat (15/11/2024), gugatan tersebut menyusul ketegangan yang telah lama membara antara Ben & Jerry's dan perusahaan produk konsumen Unilever, yang berencana untuk menghentikan bisnis es krimnya tahun depan.
Perpecahan tercetus di antara keduanya pada 2021 setelah Ben & Jerry's mengatakan akan berhenti menjual produknya di Tepi Barat Palestina yang diduduki Israel karena tidak sesuai dengan nilai-nilainya. Hal ini juga membuat beberapa investor melepas saham Unilever.
Produsen es krim tersebut kemudian menggugat Unilever karena tetap menjual bisnisnya di Israel kepada pemegang lisensinya di sana, yang memungkinkan pemasaran di Tepi Barat Palestina dan Israel tetap terus berlanjut.
Ben & Jerry’s juga mengatakan dalam gugatan tersebut bahwa mereka telah mencoba menyerukan gencatan senjata, mendukung perjalanan aman bagi pengungsi Palestina ke Inggris, mendukung mahasiswa yang berunjuk rasa di perguruan tinggi AS terhadap kematian warga sipil di Gaza, dan mengadvokasi penghentian bantuan militer AS ke Israel, tetapi hal itu diblokir oleh Unilever.
Baca Juga
Pasalnya, Unilever sendiri merupakan perusahaan yang masuk dalam jajaran sasaran gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS). Pada 2021, Kepala eksekutif Unilever engatakan perusahaan raksasa barang konsumen global itu tetap “berkomitmen penuh” untuk melakukan bisnis di Israel.
Sementara, Ben & Jerry's menegaskan bahwa mereka adalah perusahaan yang berlandaskan nilai-nilai dengan sejarah panjang dalam memperjuangkan hak asasi manusia, keadilan ekonomi dan sosial.
Sosok Pendiri Ben & Jerry's
Perusahaan pemberani itu didirikan oleh duo Ben Cohen dan Jerry Greenfield. Lucunya, keduanya bertemu saat Greenfield pingsan di kelas olahraga saat masih di bangku sekolah.
Mengutip Independent dari 1995, Greenfield menceritakan bahwa dia dan Cohen berasal dari latar belakang yang sama. Ayah Greenfield adalah seorang pialang saham, sedangkan ayah Cohen adalah seorang akuntan.
Greenfield kemudian kuliah di Oberlin College di Ohio dan belajar pra-kedokteran. Sedangkan, Cohen kuliah di bagian utara New York tetapi putus kuliah pada 1972. Greenfield kemudian pindah bersama Cohen di New York setelah lulus kuliah.
Beranjak dari rencana mereka untuk membuka toko bagel bersama, Cohen dan Greenfield memutuskan untuk mengikuti kursus pembuatan es krim seharga US$5 di Pennsylvania State University pada 1978.
Pada Mei tahun itu, keduanya membuka toko es krim pertama mereka di sebuah pom bensin yang dialihfungsikan di Burlington, Vermont.
Dilaporkan Time, masing-masing memberikan modal US$4.000, dan mereka mendapat pinjaman bank tambahan sebesar US$4.000 untuk membangun bisnisnya.
Tak hanya es krim, kala itu mereka juga menjual makanan lain seperti krep dan sup. Namun, pada tahun berikutnya, mereka hanya fokus untuk menjual satu menu, yaitu es krim.
Uniknya, seluruh rasa unik Ben & Jerry's diciptakan oleh Greenfields, dengan Cohen sebagai acuan karena dia memiliki indra penciuman dan perasa yang buruk.
Greenfield membuat berbagai rasa yang cukup kuat agar bisa dicicipi Cohen dengan mata tertutup. Rasa pertama yang mereka coba adalah vanila.
Pada 1980, Ben & Jerry's melebarkan sayap ke toko kelontong saat Cohen dan Greenfield mulai mengemas es krim mereka ke dalam wadah berukuran pint. Tujuh tahun kemudian, perusahaan tersebut telah berkembang hingga bernilai US$30 juta.
Kemudian, "Cherry Garcia" adalah salah satu rasa tertua dari perusahaan es krim tersebut. Dinamai berdasarkan vokalis dan gitaris utama Grateful Dead, Jerry Garcia pada 1987, rasa ini memiliki porsi ceri dan fudge yang banyak. Rasa ini merupakan rasa pint Ben & Jerry's yang paling banyak terjual kedua pada 2019.
Pada 1994, Cohen, yang merupakan CEO pertama perusahaan tersebut, mengundurkan diri dari jabatannya. The New York Times melaporkan bahwa perusahaan tersebut memperoleh sekitar US$150 juta per tahun dari penjualan es krim pada saat itu.
Unilever kemudian membeli Ben & Jerry's seharga US$326 juta pada 2000. Perusahaan tersebut tidak memangkas jumlah karyawan, lalu Cohen dan Greenfield tetap menjadi karyawan perusahaan, dan Cohen tetap menjadi anggota dewan direksi.
Kemudian, dengan perusahaannya yang semakin besar, Greenfield maupun Cohen berkomitmen membuat bisnis mereka punya kekuatan untuk membantu mengatasi masalah sosial dan lingkungan, dan bukan hanya menghasilkan uang.
Seiring dengan misinya tersebut , keduanya bahkan pernah ditangkap di tengah protes "Democracy Awakening" di Washington, DC pada 2016, yang bertujuan untuk melindungi hak pemilih, di antara berbagai isu lainnya.
Cohen juga pernah ditangkap saat berdemonstrasi menentang pengiriman pesawat tempur F-35 ke pangkalan Angkatan Udara di Burlington, Vermont, pada 2018, Letnan Matthew Sullivan, seorang polisi mengatakan kepada USA Today.
Namun, penangkapan Cohen tidak ada hubungannya dengan perusahaan tersebut dan menegaskan bahwa dia menghadiri protes tersebut sebagai warga negara biasa.
Pada 2021, Ben & Jerry’s juga mengatakan akan berhenti menjual es krimnya di wilayah Palestina yang diduduki Israel dengan alasan tidak sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan mereka.