Bisnis.com, JAKARTA - Forbes merilis deretan miliarder paling dermawan di Indonesia tahun 2023 di Asia.
Dari deretan nama tersebut, ada dua nama dari Indonesia yakni Low Tuck Kwong dan Eddy Kusnadi Sariatmadja.
Dikutip dari Forbes, untuk menunjukkan komitmennya yang berkelanjutan terhadap pendidikan, miliarder Indonesia Low Tuck Kwong memberikan S$101 juta ($73 juta) kepada Sekolah Kebijakan Publik Lee Kuan Yew melalui yayasan yang ia dirikan.
Dana ini akan digunakan untuk mendanai program kepemimpinan untuk pembuatan kebijakan dan pelayanan publik.
Tujuannya adalah untuk mendidik pejabat publik dari seluruh wilayah dan siswa di sekolah tersebut untuk “membangun kolaborasi yang bermakna antara Singapura, Indonesia, dan negara-negara Asia lainnya,” kata Elaine Low, putri Low dan ketua yayasan tersebut, saat mengumumkan donasi tersebut.
Low, pendiri perusahaan pertambangan batu bara Bayan Resources yang terdaftar di Indonesia, memiliki kekayaan bersih sebesar $27,2 miliar. Pada tahun 2021 ia menyumbangkan 50 miliar rupiah ($3,2 juta) sebagai dana beasiswa untuk Universitas Indonesia. Low juga mengelola kebun binatang swasta di Kalimantan Timur untuk merawat hewan liar yang ditangkap di dekat tambang perusahaan.
Baca Juga
Sementara itu, Eddy Kusnadi Sariatmadja disebutkan selama lebih dari satu dekade, memfokuskan kegiatan filantropinya untuk memperbaiki gangguan penglihatan di Indonesia, yang merupakan salah satu negara dengan tingkat kebutaan tertinggi di dunia.
Yayasan Karya Alpha Omega miliknya memberikan operasi katarak gratis bagi ribuan masyarakat Indonesia setiap tahunnya serta perbaikan hernia dan bibir sumbing.
Tahun ini, dia menjanjikan dana sebesar Rp62 miliar ($4 juta) untuk membangun pabrik pembuatan lensa buatan yang ditanamkan melalui pembedahan guna memulihkan penglihatan pasien katarak.
Fasilitas ini akan memproduksi 5.000 pasang lensa setiap tahunnya untuk disumbangkan kepada pasien yang dirawat melalui program Karya Alpha Omega Foundation.
Yayasan juga melakukan penggantian peralatan oftalmologi senilai hampir 4,8 miliar rupiah di RSCM Kirana, sebuah rumah sakit di Jakarta. Hal ini termasuk laser oftalmik dan kamera retina pediatrik yang digunakan dalam pengobatan gangguan saraf optik dan tumor mata pada anak-anak, menurut Mutmainah, kepala pusat kesehatan mata di RSCM Kirana, yang seperti banyak orang Indonesia hanya menggunakan satu nama.
“Saya menyaksikan ketika pasien membuka mata setelah menjalani operasi katarak di RS RSCM, mereka bisa melihat dan merawat cucunya. Anak-anak mereka dapat bekerja kembali, yang akan meningkatkan taraf hidup mereka. Saya sangat tersentuh,” kata Sariaatmadja melalui email.
Dalam dua tahun terakhir, Yayasan Karya Alpha Omega juga telah mendonasikan lebih dari 10 miliar rupiah untuk inisiatif seperti distribusi makanan pokok, penyuluhan kesehatan anak, dan pelatihan tanggap bencana. Tahun lalu pihaknya memberikan bantuan alat kesehatan senilai 4,8 miliar rupiah kepada Cicendo Eye Clinic Garut di Jawa Barat.
Forbes memilih 15 miliarder paling dermawan itu karena dalam setahun terakhir telah menunjukkan komitmen dan berdonasi dengan murah hati untuk tujuan yang dekat dengan hati mereka.
Beberapa miliarder terus memberikan dana dalam jumlah besar kepada yayasan filantropi mereka untuk menjalankan misi mereka.
Takemitsu Takizaki dari Jepang menyumbangkan 7,45 juta saham Keyence senilai hampir ¥390 miliar ($2,6 miliar) kepada yayasannya, sementara Andrew dan Nicola Forrest dari Australia menyumbangkan sekitar A$5 miliar ($3,3 miliar) saham Fortescue Metals Group kepada lembaga filantropi mereka, Minderoo Foundation.
Beberapa altruis dalam daftar memilih untuk mengarahkan donasinya untuk memajukan pendidikan tinggi dan penelitian, khususnya di bidang AI.
Pendiri Midea Group, He Xiangjian berjanji akan mendonasikan 3 miliar yuan ($410 juta) untuk menyiapkan dana yang mendukung penelitian ilmiah—termasuk AI dan perubahan iklim—di Tiongkok, sementara filantropis veteran Li Ka-shing mendonasikan HK$60 juta ($7,7 juta) kepada mendukung penggunaan AI dalam pelatihan dan penelitian medis di dua universitas di Hong Kong.
Di Hong Kong, Adrian Cheng dari New World Development mendirikan sebuah yayasan yang bertujuan untuk mendukung kesejahteraan mental anak-anak, sementara miliarder Australia James Packer, yang secara pribadi berjuang dengan masalah kesehatan mental, menyumbang untuk penelitian di bidang ini di Universitas New South Wales. Pendatang baru dalam daftar tersebut termasuk miliarder termuda India Nikhil Kamath, yang menjadi penandatangan Giving Pledge terbaru di negara tersebut.
Daftar tersebut, mempertimbangkan mereka yang memberikan modal dari uang mereka sendiri bukan dari perusahaan mereka kecuali perusahaan tersebut dimiliki secara pribadi dan mereka adalah pemegang saham mayoritas dan menunjukkan komitmen terhadap tujuan yang mereka pilih.