Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Profil Mendiang Chuck Feeney, Rela Bangkrut Demi Sumbangkan Seluruh Hartanya

Profil mendiang Charles Chuck Feeney, yang menyumbangkan hampir seluruh harta kekayaannya untuk beramal, meninggal di usia 92 tahun.
Charles "Chuck" Feeney
Charles "Chuck" Feeney

Bisnis.com, JAKARTA - Miliarder Charles "Chuck" Feeney meninggal dunia di usia 92 tahun, setelah menyelesaikan misinya menyumbangkan hampir seluruh hartanya selama empat dekade. 

Selama empat dekade terakhir, Feeney telah menyumbangkan lebih dari US$8 miliar untuk badan amal, universitas, dan yayasan di seluruh dunia melalui yayasannya, Atlantic Philanthropies.  

Uang yang dikumpulkannya selama bertahun-tahun sebanyak US$8 miliar itu diberikan Feeney sebanyak US$3,7 miliar untuk pendidikan, termasuk hampir US$1 miliar untuk almamaternya, Cornell, yang ia hadiri di G.I. Bill. 

Kemudian, lebih dari US$870 juta didonasikan untuk hak asasi manusia dan perubahan sosial, seperti US$62 juta dalam bentuk hibah untuk menghapus hukuman mati di AS dan US$76 juta untuk kampanye akar rumput yang mendukung pengesahan Obamacare.  

Dia juga memberikan lebih dari US$700 juta dalam bentuk hadiah untuk kesehatan mulai dari sumbangan US$270 juta untuk meningkatkan layanan kesehatan masyarakat di Vietnam hingga hadiah US$176 juta kepada Global Brain Health Institute, sebuah program kemitraan antara Trinity College Dublin dan Universitas California, San Francisco.

Salah satu hadiah terakhir Feeney, US$350 juta diberikan kepada Cornell untuk membangun kampus teknologi di Pulau Roosevelt, Kota New York. 

Lalu, siapa Chuck Feeney sebenarnya? 

Sempat masuk dalam deretan 400 orang terkaya di Amerika Serikat versi Forbes, kekayaannya kemudian anjlok lantaran dia menyumbangkan sebagian besarnya. 

Pria yang lahir  di Elizabeth, New Jersey pada 23 April 1931 itu adalah seorang pebisnis yang menjadi salah satu pendiri Duty Free Shoppers Group, dan pendiri salah satu yayasan amal terbesar di dunia, Atlantic Philanthropies. 

Dia lahir dari orang tua Irlandia-Amerika yang sederhana. Ibunya adalah seorang perawat rumah sakit, dan ayahnya adalah seorang penjamin emisi asuransi.  

Feeney menempuh pendidikan di Elizabeth's St. Mary of the Assumption High School pada 1949, dan kemudian memberikan sumbangan pada 2016 sebesar $250.000 ke sekolah tersebut dan menjadi sumbangan terbesar dalam sejarah sekolah tersebut. 

Dia kemudian pernah bekerja sebagai operator radio Angkatan Udara AS selama Perang Korea, dan memulai karirnya dengan menjual minuman keras bebas bea kepada personel angkatan laut AS di pelabuhan Mediterania pada 1950-an.

Feeney kemudian menempuh pendidikan dan lulus dari Sekolah Administrasi Perhotelan Universitas Cornell pada 1956. Dia merupakan salah satu anggota Alpha Sigma Phi, dan anggota kehormatan dari Sphinx Head Society.

Karirnya di dunia belanja bebas bea atau pajak impor dimulai ketika Feeney dan teman kuliahnya Robert Warren Miller mulai menjual minuman keras bebas bea kepada prajurit Amerika di Asia.  

Mereka kemudian memperluas penjualannya menjadi berjualan mobil dan tembakau, dan mendirikan Duty Free Shoppers Group (DFS Group) pada 1960. DFS mulai beroperasi di Hong Kong, dan kemudian berkembang ke Eropa dan benua lain.

DFS akhirnya berkembang dengan membuka toko bebas bea di luar bandara dan toko besar di pusat kota Galleria dan menjadi toko ritel perjalanan terbesar di dunia. 

Pada pertengahan 1990-an, DFS membagikan keuntungan hingga US$300 juta per tahun kepada Feeney, Miller, dan dua mitra kecilnya. Mengutip The Wall Street Journal, keuntungan besar ini sebagian besar terjadi karena DFS melakukan markup yang jauh lebih tinggi pada barang-barang mewah Barat dibandingkan di Eropa dan Amerika Serikat. 

Pada tahun 1996, Feeney dan rekannya menjual saham mereka di DFS kepada konglomerat mewah Prancis, Louis Vuitton Moët Hennessy.Saham Feeney yang dipegang oleh The Atlantic Philanthropies, menghasilkan US$1,63 miliar dari penjualan tersebut. 

Setelah melakukan amal selama bertahun-tahun, pada Februari 2011, Feeney turut meresmikan The Giving Pledge, yang didirikan oleh konglomerat Bill Gates dan Warren Buffett, dengan Feeney sebagai inspirasinya. 

Dia menyumbangkan US$7 juta terakhirnya pada akhir 2016, kepada penerima sumbangan amal pertamanya, sekolah Cornell.

Kemudian, pada 14 September 2020, Feeney menutup The Atlantic Philanthropies setelah organisasi nirlaba tersebut menyelesaikan misinya untuk menyumbangkan semua uangnya pada 2020.

Nama Charles “Chuck” Feeney sudah tak asing lagi di kalangan orang terkaya dunia. Salah satu pendiri toko Duty Free Shoppers ini menjadi miliarder dan mendonasikan sebagian besar kekayaannya. Dia meninggal dunia pada usia 92 tahun. 

Selama masa hidupnya, Feeney menghasilkan lebih dari US$8 miliar yang kemudian dihibahkan ke beberapa negara untuk disumbangkan ke berbagai kegiatan seperti mendukung pendidikan, kesehatan, kesetaraan, dan banyak lagi.

Melansir Forbes, semasa hidupnya Charles “Chuck” Feeney mengumpulkan miliaran dolar sambil menjalani kehidupan berhemat bak seorang biksu.  

Sebagai seorang filantropis, dia merupakan salah satu  pelopor gagasan Giving While Living dan menghabiskan sebagian besar kekayaannya untuk amal dalam jumlah besar dan memberikannya secara langsung, alih-alih memberikannya setelah meninggal.  

Beberapa tahun lalu Feeney menjelaskan mengapa dirinya begitu murah hati, menurutnya karena harta tak akan dibawa mati, maka mengapa tidak memberikan semuanya sambil tetap mengawasi kemana uang sumbangan itu diberikan, dan meliht hasilnya dengan mata kepala sendiri. 

Selama empat dekade terakhir, Feeney telah menyumbangkan lebih dari US$8 miliar untuk badan amal, universitas, dan yayasan di seluruh dunia melalui yayasannya, Atlantic Philanthropies.  

Sejak 2012, dia memperkirakan dia telah menyisihkan sekitar US$2 juta untuk masa pensiun dia dan istrinya. Dengan kata lain, dia telah memberikan 375.000 persen lebih banyak uang daripada kekayaan bersihnya saat ini dan memberikannya secara anonim.  

Hal ini berbanding terbalik jika dibandingkan dengan orang-orang kaya lainnya yang umumnya meminta humas atau lembaga lain untuk mengumumkan sumbangan yang mereka berikan. Feeney justru ingin menyembunyikannya. 

Raja Filantropi

Karena kampanye filantropinya yang rahasia ini justru menyebar ke seluruh dunia, Forbes menjulukinya sebagai "James Bond of Philanthropy".

Pria yang mengumpulkan kekayaan dengan menjual barang-barang mewah kepada wisatawan, dan kemudian meluncurkan perusahaan ekuitas swasta General Atlantic, dan tinggal di sebuah apartemen di San Francisco dengan ukuran kamar asrama mahasiswa baru.  

Di rumahnya, hanya dihiasi foto yang dicetak dengan printer inkjet dan digantung di dinding serta di atas meja kayu polos. Di atas meja terdapat sebuah plakat Lucite kecil yang bertuliskan “Selamat kepada Chuck Feeney atas sumbangan filantropis senilai US$8 miliar.”

Itulah Feeney, sosok yang bersahaja, dan memberikan dampak yang begitu besar. Sudah bukan rahasia lagi, amalnya yang luar biasa dan sumbangan yang besar telah memenangkan hati para pengusaha dan dermawan paling berpengaruh di dunia.

Kemurahan hati Feeney yang tak pernah tanggung-tanggung itu memengaruhi Bill Gates dan Warren Buffett hingga meluncurkan kampanye Giving Pledge pada 2010, sebuah kampanye agresif untuk meyakinkan orang-orang terkaya di dunia agar menyumbangkan setidaknya setengah kekayaan mereka sebelum mereka meninggal dunia. 

“Chuck adalah landasan inspirasi bagi Giving Pledge. Dia adalah teladan bagi kita semua. Saya mungkin perlu waktu 12 tahun setelah kematian saya untuk bisa mencapai setara dengan apa yang dia lakukan selama hidupnya," kata Warren Buffett. 

Feeney menyumbangkan banyak uang untuk masalah-masalah besar, seperti mewujudkan perdamaian di Irlandia Utara, memodernisasi sistem layanan kesehatan Vietnam, atau menghabiskan US$350 juta untuk mengubah Pulau Roosevelt di New York yang telah lama diabaikan menjadi pusat teknologi.  

Dia tidak menunggu atau berpikir panjang untuk memberikan sumbangannya nanti setelah kematiannya atau menyiapkan dana warisan yang setiap tahunnya. Dia mencari tujuan yang bisa memberikan dampak dramatis dan melakukan semuanya langsung. 

Pada 14 September 2020, Feeney menyelesaikan misi empat dekadenya dan menandatangani dokumen untuk menutup yayasannya Atlantic Philanthropies. Upacara tersebut, yang dilakukan melalui Zoom bersama dewan Atlantic Philanthropies, yang menyertakan pesan video dari Bill Gates dan mantan Gubernur California Jerry Brown.

Ketua DPR Nancy Pelosi mengirimkan surat resmi dari Kongres AS yang berterima kasih kepada Feeney atas karyanya. Pada puncaknya, Atlantic Philanthropies memiliki lebih dari 300 karyawan dan sepuluh kantor global di tujuh zona waktu. 

Meskipun kegiatan filantropinya gulung tikar, pengaruhnya tetap bergema di seluruh dunia berkat kontribusinya yang besar terhadap kesehatan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan aksi sosial.  

Lantas kemana perginya US$8 miliar tersebut? Perinciannya, Feeney memberikan US$3,7 miliar untuk pendidikan, termasuk hampir US$1 miliar untuk almamaternya, Cornell, yang ia hadiri di G.I. Bill. 

Kemudian, lebih dari US$870 juta didonasikan untuk hak asasi manusia dan perubahan sosial, seperti US$62 juta dalam bentuk hibah untuk menghapus hukuman mati di AS dan US$76 juta untuk kampanye akar rumput yang mendukung pengesahan Obamacare.  

Dia juga memberikan lebih dari US$700 juta dalam bentuk hadiah untuk kesehatan mulai dari sumbangan US$270 juta untuk meningkatkan layanan kesehatan masyarakat di Vietnam hingga hadiah US$176 juta kepada Global Brain Health Institute, sebuah program kemitraan antara Trinity College Dublin dan Universitas California, San Francisco.

Salah satu hadiah terakhir Feeney, US$350 juta diberikan kepada Cornell untuk membangun kampus teknologi di Pulau Roosevelt, Kota New York, adalah contoh klasik filosofi pemberiannya.  

Meski terkenal hemat dalam hidupnya, Feeney selalu siap mengeluarkan banyak uang dan bangkrut ketika nilai dari kegiatan yang mendapat sumbangan darinya memiliki dampak yang lebih besar daripada risikonya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper