“Keragu-raguan bukanlah kondisi yang nyaman, tapi kepastian itu absurd.” – Voltaire
Kehidupan itu tidak matematis. Tidak 2 x 2 = 4. Segala sesuatunya tidak bisa dipastikan. Contoh paling aktual, khususnya bagi para penggemar bola, adalah hasil pertandingan babak penyisihan Piala Eropa, Manchester United (Inggris) versus Paris Saint Germain (Prancis).
Di laga tahap I (kandang), MU dibuat tak berkutik oleh PSG, 0 - 2, di depan para fansnya yang sangat fanatik. Lalu mulailah muncul gelombang analisis, yang umumnya menyatakan, kans MU habis. Asumsinya sederhana dan tampak logis, di kandang sendiri saja kalah, apalagi di kandang lawan? Sudah begitu, dua pemain kunci MU, Paul Pogba dan Pereira tak bisa bertanding di Paris karena kartu merah.
Yang terjadi di Paris, dalam laga tandang, adalah pertandingan yang amat dramatis. Gol demi gol terjadi antar dua kesebelasan. Menjelang menit-menit terakhir MU (secara agregat, komulatif) tertinggal 3-2. Di menit-menit itu, semua orang berpikir, MU tamat sudah. Namun, di-injury time terjadilah gol MU ke 3. Skor 3-3, dan MU menang karena unggul selisih gol tandang.
Kisah itu adalah pengulangan tragedi oleh PSG di Piala Championship pada tahun sebelumnya. Kala itu lawannya Barcelona. Unggul di Paris, 4 - 0, PSG tampak bakal tak terhadang oleh Barcelona. Empat gol bukanlah jumlah kecil. Tak mudah melakukannya atas klub hebat dunia, Barcelona.
Ternyata, terjadi pembalasan telak oleh Barcelona di Camp Nou. PSG dilumat habis, 6 – 1, sehingga hasil agregat menjadi 6 - 5. PSG kalah dan tersingkir dari kompetisi kasta tertinggi kejuaraan klub Eropa. “Ketidakpastian adalah esensi kehidupan dan ia meminyaki peluang-peluang,” kata Tina Seelig, penulis dan motivator.
Bila Anda adalah seorang pemain saham, ini adalah contoh ekstrim, Anda tentu merasakan benar segala ketidakpastian itu. Anda membeli suatu saham blue chips, dan Anda berharap harganya akan naik bila kinerja perusahaan itu baik.
Eh, yang terjadi, setelah pengumuman kinerja tahunan perusahaan itu, yang melonjak sangat tinggi, harga saham tak bergerak. Ia tenang saja. Seolah kinerja dan harga saham tak berkorelasi. “Bilamana tiada suatu apapun yang pasti, segala hal adalah mungkin,” kata Margaret Drabble, novelis dan kritikus seni.
Dalam dunia hukum, kita sering mendapati hal-hal yang tampak aneh. Banyak contohnya. Seorang nenek yang tua renta, yang berperkara dengan anaknya dalam perebutan rumah warisan, akhirnya kalah. Padahal ia memiliki bukti-bukti kuat dan saksi-saksi yang juga kuat mendukungnya.
Atau kita bisa baca, masih dalam soal peradilan, seorang tokoh besar yang namanya kerap disebut dalam persidangan. Ia disebut berperan besar dalam pelanggaran hukum itu. Namun, aneh bin ajaib, ia tetap saja aman. Ia seakan di luar jangkauan hukum. “Kekuatan dari pengacara ada dalam ketidakpastian hukum,” kata Jeremy Bentham, filsuf Inggris abad 19.
Seorang kawan divonis mengalami penyumbatan saluran darah ke jantung, dimana dia seharusnya dibantu dengan pemasangan ring. Ia menolak. Ia memilih untuk mencoba menggunakan metode tradisional, meminum seduhan ketumbar setiap hari.
Dalam 3 bulan, ia datang kembali ke dokter. Ia membuat dokternya terkejut. Penyumbatannya telah lenyap. Ia tetap sehat dan segar bugar hingga kini. “Pengobatan adalah ilmu dari ketidakpastian dan suatu seni dari kemungkinan,” kata William Osler, profesor medis asal Kanada.
Dalam perjalanan panjang pemilihan presiden dan legislatif, banyak hal yang dilakukan oleh para calon presiden maupun wakil-wakil rakyat. Kesemuanya bersaing untuk meraih suara terbanyak, untuk meraih kemenangan. Untuk mengetahui kemajuan segenap usaha itu, kerap dilakukan survei atau polling terhadap masyarakat pemilih.
Para calon ini tentu berharap, hasil survei itu sesuai harapan mereka. Dan harapan itu berlanjut hingga pada hari H, hari pemungutan suara.
Tetapi, kembali, siapa yang bisa menjamin harapan demi harapan itu terwujud? Siapa yang mampu memastikan bahwa mereka akan menjadi pemenang kompetisi politik ini?
KEPASTIAN ITU ABSURD
Menjalani hidup memang tak mudah. Dan tak selalu nyaman. Karena, salah satunya adalah adagium: ketidakpastian itu suatu hal yang pasti. Atau, dalam kalimat lain, satu-satunya kepastian dalam hidup adalah tidak adanya kepastian. “Keragu-raguan bukanlah kondisi yang nyaman, tapi kepastian itu absurd,” kata Voltaire, filsuf dan sejarawan Prancis abad 18.
Sebagai umat-Nya, dengan segala kelebihan yang dilimpahkan Nya kepada kita dibanding mahluk-mahluk lain di alam semesta ini, kita masih tetap sebagai mahluk yang terbatas. Suka atau tidak, kita terbatas dalam hal usia, terbatas dalam kemampuan berpikir, terbatas dalam kemampuan bertindak.
Ketidakpastian adalah hukum-Nya bagi kita dalam menjalani kehidupan ini. Kepastian adalah kuasa-Nya semata. Hanya Dia Yang Maha Kuasa yang mampu memastikan segalanya.
Dan dengan menyadari segenap keterbatasan itu, seyogyanya kita pun pandai menerima kondisi apapun seputar ketidakpastian dalam kehidupan kita. Suatu petitih menyatakan, “Bila Anda memberikan nilai yang berlebihan atas penderitaan masa lalu dan ketidakpastian masa yang akan datang, Anda kehilangan kekuatan diri Anda saat ini “.
Dalam hubungannya dengan soal kebahagiaan hidup, petitih di atas berkaitan dengan ungkapan Jim Rohn, pebisnis, penulis dan motivator, “Kebahagiaan bukanlah sesuatu yang Anda tunda untuk saat mendatang. Ia adalah sesuatu yang Anda desain dan nikmati saat ini.”
Menjalani hidup dan memenuhi benak dengan memikirkan segenap ketidakpastian di masa mendatang adalah suatu penderitaan yang tak perlu dilakukan. Tindakan itu adalah penyalahgunaan pikiran. Tindakan itu adalah pilihan negatif dalam memanfaatkan daya pikir kita.
Mari kita nikmati saja setiap menit masa-masa sekarang, dalam suasana ketidakpastian yang tak akan pernah usai. Mari kita nikmati hidup secara positif, dengan mengenyahkan pikiran-pikiran negatif yang sering datang menggoda.
Mari “terus berusaha dan berharap yang terbaik, tapi tetap siap, ikhlas menerima yang terburuk.” Mari kita coba melakukan anjuran Jimmy Dean ini, penyanyi musik country, aktor dan pebisnis, “Saya tak mampu mengubah arah angin, tapi saya dapat mengesuaikan layar perahu saya untuk mencapai tujuan saya.”
Pongki Pamungkas
Penulis buku The Aswer is Love