Bisnis.com, JAKARTA - Setelah mundur dari pekerjaan kantoran, Patricia Devina mulai sibuk mencari sampingan. Dengan modal sejumlah desain di laptop dan uang Rp1,2 juta untuk membeli setumpuk bahan kertas, Devina mengunjungi percetakan dan membuat 100 sampel kemasan.
Produk sampel itu dipajang di media sosial. Seminggu pertama, jualannya belum dilirik pembeli. Namun, tak berselang lama, pembeli pertama datang dan langsung memborong hampir semua kemasan tersebut.
Pengalaman pertama itu lantas mendorongnya untuk menyeriusi usaha tersebut mulai April 2015 di bawah merek Paperi Papero.
“Saya lebih fokus pada tema rustic atau vintage karena saya suka tema itu. Selain itu, saya lihat kemasan dari bahan craft paper juga masih susah dicari. Ini berarti ada kesempatan bagus,” ujar perempuan berusia 26 tahun itu.
Desain kemasan, pemilihan kertas, hingga warna dilakukan sendiri oleh Devina. Namun, untuk pencetakannya, dia bekerja sama dengan salah satu percetakan di kawasan Grogol, Jakarta Barat.
Pada awalnya, Devina lebih menyasar segmen ibu-ibu muda yang membutuhkan kemasan unik untuk hampers atau parcel. Namun, belakangan pasar produknya ternyata berkembang. Kemasan Devina banyak diincar oleh pelaku usaha makanan dan pakaian.
Untuk memenuhi permintaan klien dari kalangan pelaku usaha tersebut, Devina bersikap lebih fleksibel. Soal bahan kertas misalnya, dia tidak hanya menggunakan bahan craft paper, tetapi mulai menggunakan corrugated paper yang lebih kuat.
Craft paper lebih cocok digunakan untuk kemasan produk berbobot ringan. Adapun, corrugated paper lebih cocok untuk mengemas produk makanan atau minuman seperti frozen food yang berbobot berat.
Fleksibilitas juga berlaku untuk model desain. Devina mengeluarkan tiga varian, yakni model pillow , gable , dan clover box untuk memenuhi kebutuhan klien yang berbeda-beda.
Soal ukuran, Devina menyediakan tiga ukuran berbeda, yakni kecil (8,5 cm x 6 cm x 6,5 cm), medium (13,5 cm x 10 cm x 10,5 cm), dan besar (20 cm x 14,5 cm x 14 cm).
Di samping menyediakan ready stock, dia juga melayani pesanan kustomisasi. Akan tetapi, Devina tetap setia pada tema rustic. Ini adalah strategi untuk menjaga segmen market tertentu di tengah persaingan dalam usaha kemasan yang memang cukup ketat.
“Saya memang berusaha untuk tidak keluar dari jalur ini. Saya berusaha cari warna-warna yang netral. Ini menjadi branding, sehingga saat orang ingat kemasan rustic, ingatnya Paperi Papero,” tuturnya.
Meski baru berjalan setahun, perkembangan bisnis Paperi Papero cukup signifikan. Hampir setiap hari Devina yang berpromosi lewat media sosial, seperti Instagram, selalu mendapat orderan, baik dari segmen ritel maupun grosiran.
Dia mengaku bisa memproduksi 2.000 unit kemasan dalam sebulan. Dengan banderol harga mulai dari Rp3.000—Rp8.500, dia dapat mengantongi omzet Rp12 juta—Rp15 juta setiap bulan dengan margin laba 30%—40%. “Penjualan meningkat kala masuk momen Ramadan. Tahun lalu, penjualan selama momen ini mencapai Rp20 juta.”