Buah carica khas Dieng ini tidak hanya bisa diolah menjadi manisan, tetapi bisa diolah ke dalam bentuk lain, seperti dodol, selai, hingga keripik.
Salah satu pelaku usaha yang turut mempromosikan berbagai inovasi pengolahan carica ini adalah Muklas Fachrudin, lewat merek Zhahira.
Pria 45 tahun ini mulai terjun ke usaha pengolahan carica sejak dua tahun silam. Sebelumnya dia bertani dan berdagang carica, kentang, serta terong belanda.
Ketika itu, harga jual buah carica di pasaran sangat anjlok hingga di bawah Rp1.000. Dia pun mencari cara untuk menaikkan nilai jual carica dengan mengolahnya menjadi bentuk penganan lain.
Dengan modal sekitar Rp5 juta, dia membeli bahan baku, gula, peralatan dan kemasan serta mengurus perizinan usaha Zhahira. “Awalnya saya membuat manisan carica. Kemudian nyoba membuat olahan lain seperti dodol, ternyata laku, jadi diteruskan sampai sekarang,” kata dia.
Dodol Carica dibuat dengan campuran ketan dan dibungkus seperti halnya dodol Garut. Ada tiga varian dodol yang dia tawarkan, yakni dodol carica original, dodol carica campur kentang, dan dodol carica campur kemar (terong belanda).
Setiap kemasan dengan ukuran 1 kilogram dijual dengan harga Rp30.000. Dalam sehari, dia mampu menjual minimal 10 kilogram dodol.
Selain dodol, ada juga olahan lain seperti manisan basah alias cocktail, selai, sirup, dan manisan kering. Dari semua jenis olahan, sejauh ini yang paling diminati konsumen adalah manisan basah.
Dia bisa menjual sekitar 100-500 pak manisan basah dengan harga mulai Rp30.000 per pak isi 12 cup plastik kecil hingga Rp50.000 per pak isi 6 kemasan kaca.
Untuk sistem pemasarannya, Muklas lebih banyak menggunakan sistem konvensional, yakni dengan menitipkan di toko oleh-oleh yang ada di sekitar Wonosobo. Dia juga memiliki gerai penjualan langsung yang ada di kediamannya di Desa Patak Banteng Dieng.
“Kalangan konsumen saya kebanyakan wisatawan, hampir 99%. Mungkin karena lokasinya gerainya yang di tepi jalan, jadi tiap hari pasti banyak yang beli oleh-oleh,” tuturnya.
Selain pembeli langsung, ada juga pembeli yang memesan secara online kendati jumlahnya belum terlalu banyak. Umumnya mereka mengenal Zhahira lewat akun Facebook “Penghasil carica kemar & purwaceng” maupun lewat platform jual beli Bukalapak.com.
Pembeli online paling besar adalah perusahaan oleh-oleh dari Jakarta dan Yogyakarta yang memesan sekitar 200-500 pak manisan basah per bulan.
Selain itu ada juga konsumen perorangan yang melakukan repeat order kembali dengan jumlah pesanan sekitar 1-10 pak.
Lewat semua sistem pemasaran itu, Muklas mampu meraup omzet minimal Rp100 juta per bulan. Pendapatannya bisa melonjak hingga lima kali lipat pada musim liburan sekolah atau perayaan hari-hari besar.
Muklas mengaku hanya mengambil margin laba yang tidak terlalu besar. Pasalnya, 90% dari sekitar 15 ton bahan baku carica yang dia habiskan tiap bulan masih dibeli dari petani dengan harga Rp4.000 per kilogram.
Menurut Muklas, pasar untuk carica sebenarnya cukup luas dan belum semua potensinya bisa tergarap. Sejauh ini, dia hanya mampu menggarap pasar kalangan wisatawan yang berkunjung ke Dieng.
Padahal, menurutnya, pasar di daerah lain juga terbuka luas sebab buah carica tidak bisa tumbuh di luar daerah Dieng. Sayangnya, dia masih terkendala cara pengiriman.
“Pengirimannya tidak mudah. Kalau ke daerah Sumatra masih bisa menggunakan bus, sedangkan ke daerah timur seperti ke Kalimantan kan tidak bisa pakai bus. Jika pakai jasa ekspedisi, tarifnya bisa lebih mahal dari harga produk,” tuturnya.