Pengolahan carica ini ampuh menaikkan nilai ekonomi buah itu. Pelaku usaha serta masyarakat petani carica pun terdongkrak perekonomiannya. Salah satu warga setempat yang sukses berbisnis olahan carica adalah Uswatun Khasanah.
Perempuan 36 tahun ini menggeluti bisnis olahan makanan sejak 2004. Awalnya dia fokus pada produk purwaceng, kemudian merambah carica dan terong Belanda.
Inovasi produk carica yang dilakukan berupa cocktail atau manisan basah. Cara membuatnya relatif mudah. Buah yang matang dikupas dan dipotong-potong. Kemudian bagian biji buah direbus dengan air hingga mendidih, lalu disaring.
Air rebusannya dicampur gula dan potongan buah carica dimasak. Setelah matang, manisan didinginkan dan siap dikemas. “Air atau sari biji carica ini adalah sumber rasa manis dan aroma khas. Makanya pengolahan manisan carica harus dengan menyertakan airnya, berbeda dengan manisan lain yang kebanyakan dalam wujud kering,” kata dia.
Selain cocktail rasa original, Uswatun juga memperkenalkan varian yang cukup unik, yakni cocktail carica yang dicampur dengan terong Belanda sehingga warnanya kemerahan.
Pemilik merek Prasasti Food ini juga membuat jenis olahan carica yang lain, seperti sirup dan selai. Saat ini dia sedang melakukan uji coba pengembangan produk serbuk minuman carica instan serta permen carica.
Uswatun rajin mengikuti berbagai pameran untuk mempromosikan produknya. Dia juga kerap berpartisipasi dalam kontes-kontes wirausaha yang bisa membantunya mengakses modal serta publikasi agar usahanya makin dikenal publik.
Pemenang Citi Microentrepreneurship Award 2013 di bidang usaha mikro perempuan ini sekarang mampu mengolah sekitar 1 ton - 1,5 ton carica mentah setiap bulan yang disuplai kelompok tani.
Secara garis besar, ada dua kemasan cocktail yang ditawarkan Uswatun, yakni kemasan stoples kaca dan cup plastik. Harga cocktail kemasan kaca ukuran 350 ml dibanderol Rp15.000, sedangkan cocktail dalam kemasan plastik Rp3.000 dan Rp6.000.
“Saya belum menemukan kemasan yang pas untuk permen dan serbuk carica, masih sedang trial dan menyesuaikan kemasannya dengan kemauan konsumen. Akan tetapi, saya sudah membawanya ke pameran dan respons masyarakat cukup bagus,” ujarnya.
Dia membuat kemasan plastik demi memenuhi permintaan pasar dari kalangan anak sekolah. Sejauh ini yang paling laris justru kemasan plastik karena lebih murah dan ekonomis.
“Kalau orang yang pilih sehat, otomatis pilih yang botolan karena tanpa pengawet, adapun yang kemasan plastik ada sedikit tambahan pengawet supaya lebih tahan lama,” ujarnya.
Dalam sebulan, dia mampu meraup omzet sedikitnya Rp45 juta dari penjualan 3.000 stoples cocktail. Jumlah itu belum termasuk penjualan cocktail carica dalam kemasan plastik. Margin laba yang didapat rata-rata 35%.
Pemasaran
Uswatun membidik kalangan konsumen wisatawan yang berkunjung ke Dieng. Namun, dia juga tak melewatkan potensi konsumen masyarakat sekitar yang sudah menjadikan manisan carica sebagai konsumsi sehari-hari untuk penghilang dahaga.
Untuk pemasaran, Uswatun menggunakan sistem konsinyasi dan jual putus ke toko-toko di berbagai lokasi di Jawa Tengah dan Jawa Barat, seperti di Indramayu, Dieng, Semarang, Solo, Yogyakarta, dan Jakarta.
Di wilayah Jawa Tengah, dia juga bekerja sama dengan pelaku usaha lain di bawah koordinasi Dinas Koperasi dan UMKM untuk memasok produknya ke ritel modern, seperti Carrefour. “Kami memasukkan produk secara kolektif karena kalau per UKM belum mampu dari segi jumlah produksi,” tuturnya.
Ada ratusan pengusaha olahan carica di kawasan Dieng yang bersaing mendapatkan pasar. Semuanya bernaung di bawah Asosiasi Klaster Carica yang membina pelaku UKM terkait dengan standar operasional prosedur pengolahan serta pemenuhan syarat produk halal.
“Karena banyaknya merek olahan carica, pemilik toko biasanya akan pilih-pilih merek yang mau mereka jual. Pemilik toko tidak mau menerima produk jika tidak memenuhi syarat halal,” tuturnya.
Menurutnya, bisnis olahan carica hampir tidak menghadapi masalah dalam hal stok bahan baku. Pasokan bahan baku memang cukup melimpah. Yang menjadi persoalan adalah soal pasar karena persaingan yang kini sudah semakin ketat.