“There’s nothing you can do that can’t be done. It’s easy. All you need is love.” (The Beatles)
Bu Yudith, seorang guru matematika di suatu sekolah dasar, sangat senang melihat perkembangan prestasi kesepuluh anak peringkat terbawah dari murid-muridnya.
Sebelumnya, dia seringkali merasa jengkel dan lelah karena sepuluh murid terbawah itu tidak kunjung menunjukkan perbaikan. Atas saran sang kepala sekolah, Bu Yudith mulai mengajak kesepuluh anak itu untuk lebih dekat ke dirinya. Dia makin sering mengajak mereka berbicara dari hati ke hati. Dia memanggil orang tua mereka. Bahkan dia mengunjungi beberapa anak hingga ke rumah mereka.
Dari pendekatan-pendekatan itu, dia akhirnya memahami penyebab sepuluh murid ini tak berprestasi. Sebagai contoh, karena melakukan pendekatan, dia baru tahu bahwa Rudi, salah satu anak tersebut, hidup dalam rumah tangga yang kacau. Ayahnya entah pergi ke mana. Sementara ibunya, sebagai orang tua tunggal, harus bekerja di kelab malam. Padahal, Rudi punya dua orang adik kecil yang sehari-hari masih harus dia bantu.
Empati Bu Yudith tumbuh pesat. Rasa cinta kasihnya bertumbuh subur terhadap para anak didik yang tak beruntung ini.
Tentang cinta kasih ini, pernah Harry Emerson Fosdick berkata, “Kepahitan hidup memenjarakan kehidupan, cinta kasih membebaskannya.”
Kemudian, pada suatu kala, Bu Yudith bertanya kepada Rudi, “Mengapa nilai-nilaimu sekarang jadi jauh membaik Rudi?”
Dengan tulus dan mantap Rudi menjawab, “Saya jadi bersemangat setelah tahu ada orang yang mengasihi saya, Bu Guru.”
Dalam bukunya yang berjudul In The Arena, mantan Presiden Amerika Serikat Richard Nixon menceritakan depresi yang dideritanya setelah mengundurkan diri. Sejarah mencatat, dia mundur gara-gara skandal Watergate yang merupakan pukulan telak bagi hidupnya. Dalam masa depresinya, dia pernah berkata kepada Pat sang isteri bahwa dia ingin segera meninggal saja.
Suatu hari, saat Nixon sedang berada pada titik terendah semangat hidup, seorang perawat masuk ke kamarnya. Kemudian si perawat menyibakkan tirai dan menunjuk ke sebuah pesawat kecil yang terbang bolak-balik di langit. Pesawat itu menarik tulisan: “Tuhan Mengasihimu, Demikian Juga Kami.”
Setelah peristiwa itu, kesehatan Nixon mengalami titik balik. Dia menjadi bersemangat dan kesehatannya terus makin membaik. Benar demikian adanya.
Karl A. Menninger bertutur, “Cinta itu menyembuhkan manusia, baik bagi pemberi cinta maupun penerimanya.”
Lao Tzu berkata, “Dicintai seseorang membuat Anda kuat. Sementara mencintai seseorang membuat Anda berani.”
Seorang ibu mengeluhkan anak semata wayangnya, Badu, yang terperosok menjadi pecandu narkoba. Sang ibu menyalahkan kawan Badu, si Ali, yang kebetulan juga anak sahabat ibu Badu. Hal yang sama terjadi di pihak ibu Ali. Dia menyalahkan Badu sebagai pengaruh buruk bagi Ali. Seorang guru yang menyimak kasus ini kemudian mengajak kedua ibu itu bertemu untuk membicarakan kasus tersebut. Hal dasar yang diingatkan oleh sang guru kepada kedua ibu itu adalah mereka memiliki kesamaan prinsip terhadap anak-anak mereka, yakni cinta kepada anak.
Kedua ibu itupun akhirnya berdamai dan bersatu. Bahkan, selanjutnya mereka berpikir lebih luas untuk membantu anak-anak pecandu narkoba lain menyembuhkan diri. Mereka bahu-membahu membentuk yayasan rehabilitasi narkoba.
Demikianlah, benar sekali lirik lagu klasik ini, “Kasih ibu, kepada beta, tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi tak harap kembali.”
Benar adanya pernyataan Leo Buscaglia, penulis dan motivator Amerika yang dikenal sebagai Dokter Cinta, “Cinta itu selalu tercurah sebagai hadiah, bebas, dan tanpa harapan kembalian. Kita tidak mencintai untuk dicintai. Kita mencintai untuk mencintai.”
Jika melihat dan merasakan pelbagai dampak keributan para penguasa Negara ini, sungguh sangat menyengsarakan kita semua. Nafsu terhadap kekuasaan benar-benar membutakan mereka dari apa yang disebut sebagai cinta kepada sesama. Mereka terus berselisih, saling jegal satu sama lain, secara halus maupun dengan cara yang kasar, yang menampakkan sisi keberingasan nafsu kemenangan. Kehancuran akibat sepak-terjang mereka tiada beda dengan akibat para teroris di segenap belahan bumi yang membunuh sesama manusia dengan semena-mena.
Mereka seakan lupa, bahwa kekuasaan yang ada dalam genggaman adalah amanah, suatu wujud kepercayaan rakyat yang mendambakan terciptanya masyarakat adil dan makmur, yang tentram dan damai. Mereka semua melupakan apa ajaran dalam nasihat Tiongkok kuno yang berbunyi “Cintailah yang di bumi agar dicintai yang di langit”.
Pelbagai teori menyatakan ini dan itu, pelbagai rupa analisis pun dikemukakan oleh para ahli mengenai penyebab ketertinggalan Negara ini dibandingkan Negara-negara lain yang seusia. Namun, satu hal dapat kita lihat. Kita kehilangan ‘cinta’ dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dalam tingkat yang paling kecil, tingkat sel inti (nucleus), yakni keluarga, cinta mungkin cukup terjaga baik. Para orang tua pada umumnya rela berkorban apapun atas nama cinta kepada anak-anak dan segenap keturunannya. Bahkan dalam banyak kasus, korupsi dilakukan dengan membabi-buta demi menjamin kesejahteraan keluarga.
Hanya saja, cinta yang sama tak bertumbuh dalam tingkat lebih luas, yakni tingkat masyarakat, bangsa, dan kemudian Negara. Padahal sebagaimana dikemukakan John C. Maxwell, “Tanpa cinta kasih, tidak ada hubungan, tidak ada masa depan, dan tidak ada kesuksesan bersama.”
Sekecil apapun cinta yang kita miliki terhadap sesama, di luar tingkat keluarga, akan sangat bermakna dan terpuji. Tak perlu menjadi seorang Bill Gates untuk membagi cinta kepada sesama dengan milyaran dollar yang dia kucurkan untuk kegiatan kemanusiaan. Cukup dengan senyum dan tegur sapa, dan disertai niat kuat untuk tidak mendzalimi orang lain, cinta itu terwujud.
Bunda Teresa menyatakan, “Tidak semua orang mampu melakukan hal-hal besar. Namun, semua orang mampu melakukan hal-hal kecil dengan cinta yang besar.”
Dan, Plato berujar, “Cinta adalah nikmat kebaikan, indahnya kebijaksanaan dan sebuah keajaiban dari Tuhan.”
Untuk kehidupan yang lebih baik bagi semuanya, yang kita perlukan adalah cinta. Sebagaimana sebuah judul dari grup musik terkenal asal Liverpool-Inggris, The Beatles, all you need is love.
Penulis:
Pongki Pamungkas
Penulis buku The Answer Is Love