Bisnis.com, JAKARTA - Sebagai seorang entrepreneur yang sudah mengecap pengalaman berbisnis di negeri ini sejak beberapa dekade lalu, saya sudah mengalami sendiri bagaimana rasanya menjalankan bisnis sejak masa pasca revolusi fisik Indonesia. Jika saya boleh membandingkan, zaman demokrasi seperti saat inilah yang terbaik bagi pengusaha.
Saya sudah mengalami berbisnis di zaman Bung Karno (Orde Lama), kemudian Orde Baru di masa Soeharto, dan kemudian pasca reformasi 1998 hingga saat ini yang ditandai dengan nuansa demokrasi dan keterbukaan. Dari perjalanan panjang ini, masa demokrasi sekarang memberikan kondisi yang paling kondusif bagi kita para entrepreneur.
Perbedaan mendasar yang saya rasakan dalam iklim berbisnis tersebut relatif banyak. Di zaman Bung Karno misalnya, karena saat itu bangsa ini masih muda sekali dan harus belajar banyak. Nasionalisme saat itu menjadi tema besar dalam pemerintahan Bung Karno.
Di saat Pak Harto berkuasa, roda pemerintahan dilakukan secara terpimpin. Kemudian dilanjutkan oleh pak Habibie, Gus Dur, ibu Megawati, SBY, yang saya rasakan semakin demokratis.
Saya heran saat ada orang yang mengatakan bahwa zaman Pak Harto itu yang paling baik tetapi menurut hemat saya, zaman demokrasi adalah yang terbaik. Sekarang ini di tanah air kita, demokrasi sudah menjadi nyata. Suara rakyat bisa terdengar di era ini. Saya senang sekali bisa mengalami era saat ini.
Menurut sebagian orang, era Soeharto menawarkan kemudahan dalam menjalankan bisnis karena dunia bisnis memiliki satu pintu saja untuk memberi kemudahan dalam mengurusi bisnis sehingga tidak membingungkan. Namun, ada juga orang yang merasa terlangkahi hak-haknya. Saya sendiri pernah diperlakukan oleh orang yang dekat dengan pak Harto. Saya dihina-hina oleh dia karena dia merasa turut berkuasa.
Kedekatan pebisnis dengan pemerintah memang perlu dipupuk tetapi dalam jangka panjang yang paling menentukan adalah prestasi Anda. Saya berutang budi dengan pemerintah DKI Jakarta - pak Marno dan pak Ali Sadikin - terkait dengan pembangunan Taman Impian Jaya Ancol dan sebagainya. Mereka memberikan saya kesempatan untuk membangun di Jakarta.