Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kementerian UMKM Perpanjang Insentif Pajak 0,5%, UMKM Masih Kesulitan

Asosiasi UMKM mengungkap perpanjangan insentif pajak 0,5% bagi UMKM tak bakal banyak berdampak jika masyarakat tetap dikenakan PPN 12%.
Ilustrasi UMKM/surakarta.go.id
Ilustrasi UMKM/surakarta.go.id

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mengumumkan akan memberikan insentif bagi UMKM dengan memperpanjang insentif pajak penghasilan (PPh) final bagi Wajib Pajak Orang Pribadi UMKM 0,5% hingga 2025. 

Awalnya, insentif tersebut mulai berlaku pada 2018 dan akan berakhir pada akhir tahun ini untuk UMKM yang sudah merasakan manfaatnya selama 7 tahun. 

Namun, Menteri UMKM Maman Abdurrahman mengatakan insentif itu diperpanjang sampai 2025. 

Adapun, bagi UMKM dengan penghasilan di bawah Rp500 juta per tahun juga dikenakan PPh 0% alias tidak dibebankan sama sekali. 

Namun, ternyata pelaku UMKM tak merasa insentif ini sebagai angin segar dan memberikan keringanan atau dampak besar bagi pelaku usaha, mengingat masih ada hal lain terkait pajak yang mereka cemaskan.

Ketua Asosiasi Industri UMKM Indoensia (Akumandiri) Hermawati Setyorini mengatakan dengan PPh 0,5% saja banyak UMKM yang masih kelimpungan untuk meningkatkan penghasilan bersihnya. Di samping itu, banyak potongan di kanan kiri selain PPh, yang membebani UMKM. 

"Saya juga merasa 0,5% aja UMKM bingung gitu, karena kita UMKM sekarang dipotong kiri kanan, ya kena pajak sendiri sebagai penjual, tapi pembeli pun kena pajak 12%. Kalau itu benar dijalankan tahun depan, UMKM akan tetap kena dampak, apalagi daya belinya masyarakat otomatis akan turun," ungkapnya saat dihubungi Bisnis, Selasa (17/12/2024).

Hermawati mengungkapkan, di negara tetangga tidak ada pajak sebesar 12%, bahkan di negara maju sekalipun. Hal ini menurutnya lebih mengkhawatirkan bagi UMKM karena daya beli masyarakat akan semakin menyusut. 

"Pajak 12% selalu dibilang kecil, di negara lain juga begitu. Padahal tidak, negara yang maju saja pajaknya hanya 8%. Ketika PPN-nya dinaikan 12% jadi ke UMKM sangat berat, belum lagi kalau nantinya regulasi PPh 0,5% disetop. Pajak segini aja masih banyak UMKM yang teriak, kan," tambahnya. 

Hermawati berharap pemerintah bisa melihat lagi kapan regulasi perpajakan itu bisa dijalankan, dan melihat lagi apakah UMKM benar-benar sudah naik kelas. 

Beban UMKM di Kanan Kiri

Hermawati juga mengungkap bahwa di samping pajak, harga yang ditetapkan penjual mengandung banyak beban. Seperti pembayaran menggunakan QRIS yang dikenai biaya jika harganya lebih dari Rp100.000. Begitu pula dengan layanan autodebit dan pembayaran dengan cara transfer antar bank, yang membebankan biaya ke pembeli.  

Selain itu, biaya sewa mesin EDC dari bank juga berbayar, dan masih banyak biaya administrasi, retribusi daerah, sampai BPJS ketenagakerjaan untuk pegawai dan sebagainya. Belum lagi, regulasi yang membatasi barang impor kurang pun dinilai kurang bijak, yang membuat UMKM sulit maju. 

Di samping itu semua, masih banyak aturan terkait perizinan, seperti izin usaha hingga aturan soal halal, yang tak hanya rumit dan memakan waktu lama, tapi juga menelan banyak biaya. 

"Jika ditambah dengan PPN 12%, masyarakat sebagai konsumen bakal lebih mikir-mikir kalau mau beli ini itu, daya belinya semakin turun apalagi, UMKM bisa semakin tidak laku," jelasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper