Bisnis.com, JAKARTA—Siapa ‘guru komunikasi’ yang paling baik?
Seperti layaknya manusia, lebah adalah mahluk sosial yang diberi kelebihan oleh Sang Pencipta dalam hal pembuatan keputusan secara kelompok (group decision making).
Mungkin Anda pernah atau sering dibuat kesal akibat celotehan yang terdengar dalam forum resmi seperti rapat koordinasi.
Selain menganggu konsentrasi, ‘diskusi swasta’ macam itu menggambarkan pelakunya kurang sensitif terhadap makna sebuah pertemuan dengan agenda yang jelas untuk menghasilkan sebuah solusi.
Dengung suara orang yang asyik mengobrol itu tak ubahnya kerumunan lebah. Namun bukan berarti organisasi tidak bisa belajar pada lebah. Justru ia adalah ‘guru komunikasi’ yang sebenarnya.
Kebolehan mereka yang paling nyata adalah dalam menentukan lokasi bersarang. Bahkan untuk urusan yang satu ini, koloni lebah menggunakan apa yang disebut ‘ide pasar ‘ (idea market) untuk menentukan penemuan lokasi tersebut.
Strateginya sederhana tetapi jitu. Komplotan lebah mengirim ‘pasukan khusus’ untuk melakukan survei lapangan. Setelah menemukan calon lokasi sarang yang dianggap nyaman, mereka kembali terbang ke markas besar dengan rasa percaya diri yang tinggi.
Kerumunan lebah itu tidak terbang dengan gaya biasa-biasa saja tetapi sambil mempertontonkan ‘goyang samba’. Sebenarnya ini adalah sinyal pemberitahuan kepada para sejawat bahwa lokasi sarang yang strategis berhasil ditemukan.
Aktivitas saling mengabari ini terus berlangsung sampai akhirnya diperoleh beberapa lokasi lain yang layak huni.
Proses pembuatan keputusan ala lebah tersebut ternyata mencuri perhatian para pakar manajemen organisasi. Paling tidak, menurut Alex Pentland, Toshiba Professor of Media Arts and Sciences MIT, ada dua pelajaran yang bisa dipetik dari pasukan lebah. Pertama, penemuan informasi. Kedua, penyatuan atau integrasi informasi.
Dalam tulisannya yang berjudul How Social Networks Network Best di Harvard Business Review, dia menekankan pentingnya kedua prinsip tersebut bagi organisasi meski masing-masing memiliki prasyarat berbeda.
Peran Individu
Dalam struktur organisasi yang cederung terpusat, penemuan bisa berjalan dengan baik karena individu dituntut harus berperan dalam menemukan informasi dan kemudian melaporkannya.
Sebaliknya, dalam jaringan yang terhubung secara luas, aspek penyatuan informasi dan pengambilan keputusan yang bekerja lebih efektif. Hal ini bisa terjadi karena iklim organisasi memberikan peluang bagi individu untuk mendengarkan pendapat orang lain mengenai sasaran yang ingin dicapai dari sekian banyak opsi.
Nah, sang lebah tidak mengenal dikotomi seperti itu. Apa yang dilakukannya adalah pengkoordinasian beragam alternatif yang diperlukan antara struktur terpusat dan jejaring terhubung pada gilirannya bisa membentuk aliran informasi bekerja lebih optimal.
Hasil penelitian MIT tersebut mengungkapkan bahwa ‘goyang samba’ lebah boleh jadi merupakan gambaran dari tim kreatif.
Kesimpulan ini muncul setelah diadakan percobaan terhadap sebuah bank di Jerman. Karyawan bagian pemasaran bank tersebut dipasangi sensor kecil berupa sosiometer selama satu bulan. Alat tersebut merekam data interaksi antarmuka (face-to-face) seperti partisipasi peserta dan lokasi serta durasi dari interaksi tersebut.
Analisa data menunjukkan bahwa tim yang bertugas menggagas kampanye pemasaran ‘bergoyang’ diantara pendulum komunikasi terpusat dengan intensitas percakapan yang tinggi.
Kondisi demikian tidak terlihat pada tim pelaksana. ‘Goyang samba’ kelompok ini tidak terlalu mencolok. Percakapan antaranggota pun cenderung datar-datar saja.
Penelitian lainnya memperlihatkan fenomena yang tidak kalah menarik. Tim kreatif, dalam hal ini, tidak hanya aktif dalam menggalang jaringan komunikasi sosial. Ternyata ‘goyang samba’ mereka juga terkait dengan produktivas dalam menilai dirinya sendiri.
Mengenali Pola
Dalam studi tersebut hampir 40% dari variasi produktivitas kreatif bisa disejajarkan dengan pola-pola ‘goyang samba’ strategi komunikasi untuk mencapai ‘penemuan’ dan ‘penyatuan’.
Kini, di era serba digital, berbagai sarana komunikasi modern terbukti memberikan kontribusi positif dalam memacu produktivitas organisasi.
MIT juga melakukan penelitian menarik yaitu bahwa karyawan sebuah perusahaan yang dilengkapi jaringan komunikasi digital ternyata 7% lebih produktif dibandingkan dengan rekan-rekannya.
Dari riset di perusahaan yang sama terungkap pula bahwa karyawan yang mengandalkan jejaring berpola tatap muka lebih produktif 30%.
Alhasil, produk teknologi informasi terkini tampaknya sangat menunjang derap langkah organisasi dalam berkomunikasi.
Namun ingat, komunikasi secara tatap muka langsung, yang makin terasa disepelekan--juga tidak kalah efektif dalam memberikan kontribusi.
Bukankah sang lebah memberikan contoh yang sudah terbukti keandalannya.