Pilkada sebentar lagi dimulai, berbagai kampanye gelap malah sudah start duluan sebelum peluit tanda mulai disemprit. Di mana-mana ada hingar bingar tentang kontestasi paslon. Apalagi DKI, saking serunya dan ramainya suitan penonton, Pemred Bisnis Indonesia menyebutnya pilgub rasa pilpres. Tidak ayal, pemilu, bisa menjadi suatu jendala pembelajaran leadership yang efektif dan massive.
Namun pola umum apa yang bisa kita lihat? Kontenstan alias paslon, idealnya adalah menjual program: Semakin kinclong programnya, maka pembeli (voter) akan beralih, mencoblosnya kelak.
Prospek berpindah hati, kalau ia menemukan ada promise dan hope dibalik materi kampanye. Bahwa kalau paslon terpilih, keadaan akan menjadi lebih baik. Selalu ada unsur hope di sini. Itulah esensi leadership! Prospek juga merasa afdol jika bisa melihat paslon juga melakukan apa yang mereka cuap-cuapkan.
Lain Ideal, Lain Fakta
Pakem leadership yang ditunjukkan para paslon pada umumnya adalah: tinggal di dalam kelemahan lawan. Dengan kata lain Dwell On Others' Weakness.
Boro-boro menjajakan kekuatan dan kehebatan programnya, (jangan- jangan malah tidak bisa membua program sama sekali), hobi dan fokus utamanya hanya bicara apa yang kurang dari lawan. Bagaimana mengempeskannya; Bagaimana menghancurkannya, mendiskriditkan pihak lain.
Perhatikan fokus dan antusiasmenya, sebagai leaders atau calon leader adalah: bernapsu menghumbar ‘ketidak beresan dan kelembahan lawan’.
Dengan pakem ini, ia merasa lebih hebat, kalau makin bisa menunjukkan semakin banyak kekurangan atau titik lemah lawan. Tidak hanya paslon, partai pun sebagai induk paslon, dalam kampanye pileg menunjukkan pola dan pakem yang sama. Men-deflasi pihak lain- Menggemboskan pihak lawan.
Jadi jangan ditanya apa program unggulannnya, ada comperative advantagesnya. Mereka tidak peduli. Who care? Mereka addicted untuk membongkar jeroan orang lain. Diam diam, Habit yang terbangun adalah SMOS -Senang Melihat Orang lain Susah.
Padahal-secara esensial, tugas pokok seorang leader, menciptakan pengaruh; memunculkan kehebatan dan potensi orang yang dipimpinnya. Dalam teknik leadership coaching, bab pendahuluan , kita belajar: tugas leaders adalah Membantu orang lain menemukan kekuatannya sendiri; Membuatnya sampai tergeleng-geleng tidak percaya, bahwa ia punya potensi yang besar untuk dikembangkan. Dengan kata lain: Dwell On Others’ Strength.
Melatih diri untuk berfokus pada kekuatan kekuatan instrinsik yang dimiliki diri sendiri maupun orang lain. Lalu memperlengkapi diri dengan berbagai teknik,untuk menarik keluar potensi seseorang. Jadi praktek umum para paslon saati ini bertolak belakang dengan standard pakem leadership. Ia bukan nya tinggal dan bergelut dalam kekuatan diri dan kelompoknya. Tapi ia lebih bernafsu untuk tinggal didalam kelemahan pihak lawan. Mengkulitinya sampai habis kalau ditemukan satu titik noda.
Implikasinya pada perilaku publik
Masyarakat kita punya pola patriarkal. Figur leadership menjadi teladan panutuan, termasuk di dalamnya hobby untuk dwell on other weakness. Apa akibatnya? Anda akan melihat kalau ada seorang tokoh tergelicir, atau keceplos, bukan pertolongan dan simpati yang ia dapat. Maaf, awam tidak dididik pakem seperti itu.
Yang mereka teladani adalah: antusiasme untuk Dwell On Other Weakness. Tokoh yang jatuh, terpeleset atau salah ucap akan di bully habis- habisan. Mereka begitu senang dan antusias 'telah berhasil menemukan" kelemahan pada pihak lain. Dwell on other weakness, yang dipertonton kan paslon berhasil dengan baik. Sukses besar!! Perilaku masyarakat menjadi begis, dan tidak mengenal ampun dalam mem-bully. Siapa pun dibully, dari lurah sampai Presiden.
Kalau seperti itu impactnya, Pilkada, Pileg dan Pilpress sekalipun adalah etalase yang amat buruk dalam pengembangan kemampuan leadership!
Implikasi bisnis leadership
Kebiasan di atas akan lebih berbahaya lagi bagi kemampuan pengembangan bisnis (business acumen). Dalam bisnis: mata, pikiran dan antusiasme harus diarahkan untuk melihat_ apa kebaikan dan kesempatan dibalik sesuatu? Fokusnya adalah pada opportunity dan strength, baik itu yang ada pada suatu fenomena, hubungan maupun pada suatu orang.
Bayangkan apa yang bisa terjadi kalau masyarakatnya sekarang 'terlatih' untuk dwell on the weakness? Setiap kali melihat suatu event dan fenomena, maka yang pertama kali muncul dalam banka adalah: Apa yang salah, apa yang tidak beres, mana yang harus di bully? Kebiasaaan seperti itu akan mematikan kemampuan bisnis dan entereprenurship.
Alih- alih menjadi orang yang tajam dalam bisnis, kebiasaan seperti itu melahirkan sikap opositif dan kritikus dalam organisasi.
Dan karena business acumen tidak muncul, kecakapan basic leadership juga tumpul, maka orang orang yang jatuh dalam pola pemikiran seperti ini, akan kehilangan competitiveness. Mereka menjadi the losser.
Apa ciri ciri the losser? Mereka suka ngambek. Mudah terluka. Dalam luka, orang jadi cepat marah, dan tersinggung.
Ada juga yang kompensasi: merasa paling benar sendiri dan menyalahkan semua orang kecuali dirinya sendiri. Hidup dalam kotak kotak yang makin sempit.
Tawaran solusi
Mengingat impact dan side effect yang massif terhadap perilaku massa, sejatinya ada guide line dan policy yang jelas tentang kampanye. Dengan begitu asupan yang ditebar tidak semuanya bersifat toxic merugikan masyarakat.
Meskipun begitu, sebaik apapun konstruksi dan guideline kampanye, pada akhirnya kecerdasan dan kesadaran public itu sendiri yang diperlukan untuk menyaring, input-input apa saja, yang sehat dan berguna; dan mana saja yang sampah.
Kalau kita tidak sadar, lama kelamaan, kalau kebiasaan itu telah terbentuk, kita akan dijerat oleh kebiasaan itu, seperti yang sering diungkapkan: First we create the habit, then the Habit create us.
Penulis:
Hendrik Lim
Managing Director Defora Consulting
Pilkada Jadi Etalase Buruk Pembelajaran Kepemimpinan?
Pakem leadership yang ditunjukkan para paslon pada umummnya adalah: tinggal di dalam kelemahan lawan. Dengan kata lain Dwell On Others' Weakness.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Hendrik Lim
Editor : Setyardi Widodo
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
13 jam yang lalu