Baru baru ini, publik dibuat heboh. Heboh terhadap kata 'Motivasi', terlebih lagi setelah kasus yang menimpa seorang motivator kondang. Sebagian orang membuat ‘meme’, dan guyonan perihal keampuhan pakem motivasi. Kesaktian motivasi seolah terreduksi. Sebenarnya, seberapa jauh motivasi bisa menjadi tools dan teknik untuk mendekatkan seorang individu terhadap cita cita dan impiannya?
Motivasi itu sangat hebat. Ya sangat hebat pengaruhnya. Baik pada kinerja, maupun mental. Namun perhatikan baik- baik realita berikut ini. Jika hanya sesi motivasi-inpirasi tok yang menjadi asupan utama, maka saya duga 95 % akan gagal dan tidak ada gunanya.
Atas dasar apa kita berasumsi demikian? Perhatikan saja. Berapa banyak jumlah pelatihan motivasi yang telah diberikan kepada para agen MLM. Coba hitung berapa banyak kebangunan mental dan kisah inspirasi yang didengar oleh para agen asuransi, direct seller, Sales reps dan sejenis itu.
Namun coba Anda teliti, berapa banyak dari mereka yang berhasil mencapai titik akhir dan menjadi orang seperti yang mereka inginkan? Mungkin hanya sekitar 2-3 orang dari 100 orang. Sebagian besar Mundur Tanpa Berita. Itu artinya, kalau hanya disajikan sebagai dosis tunggal, racikan motivasi tidak mujarab.
Mengapa kalau hanya asupan motivasi saja, akan banyak menghasilkan angka kegagalan yang begitu tinggi? Mari kita telisik lebih jauh. Dalam motivasi, yang digugah adalah hati, alias kesadaran emosi, atau sisi afeksi dari seseorang. Misalnya peserta dipompa untuk punya semnagat pantang menyerah.
Akan tetapi lihat realitas ini: kalau hanya diajari pantang menyerah, terus kalau yang dihadapi itu masalah seperti tembok baja, maka beberapa kalipun kita tubruk, bukan masalahnya yang hancur dan pecah, tetapi kepala kita yang pecah. Dengan kata lain, kalau kelas permasalahan yang dihadapi itu setebal tembok; Atau pintu peluang yang mau dibuka itu sekeras baja, lantas jika hanya ditubruk dengan jurus motivasi, maka beberapa kali tubruk, kita akan ambruk.
Bukannya pintu yang terbuka, yang ada malah kepala kita yang benjol. Apa side effect yang terjadi dengan jurus seperti itu? Orang mengalami demotivasi. Dan akhirnya apatis terhadap serial motivasi.
Salah Dosis Bisa Berakibat Fatal
Sebagai contoh ilustrasi- Anda tentu mendapat telfon penawaran telemarketing; baik itu kartu kredit, membership, asuransi dan lain sejenisnya. Para telemarketer ini, dibekali dengan jurus tunggal – Motivasi tahan banting, dan sanggup menerima “rejection” ketika menawarkan produk alias penjualan.
Kegigihan mereka ini sering mendatangkan rasa jengkel bagi para prospek, lantaran sering merasa terganggu dengan berondongan telpon yang tidak berhenti.
Namun jurus tunggal ini tidak efektif menciptakan penjualan. Hal ini terjadi karena untuk mensukseskan penjualan, dibutuhkan kemampuan membina atau Teknik Membuka Hubungan.
Jadi harus ada preliminary efforts untuk mengetahui teknik membangun hubungan dalam waktu singkat, barulah setelah itu penawaran produk bisa dilakukan. Misalnya teknik membuat orang merasa nyaman mendapat sambungan telpon dalam 2 menit pertama.
Kalau tekniknya tidak pernah diajarkan, dan hanya asupan mental (Motivasi pantang menyerah) saja yang diberikan, maka agresivitas telemarking ini cenderung tidak menghasilkan closing sales. Alih- alih dapat konsumen baru, yang serign terjadi malah mendapat penolakan dan antipasti. Alih alih dapat bonus, yang diperoleh malah frustrasi dan trauma.
Solusi: Perlu Extra Menu
Untuk itu, serial motivasi, yang banyak diadopsi untuk menggugah semangat, perlu ditambahkan dengan pilar Teknik dan Strategi. Setiap orang harus belajar Strategi. Dengan begitu ia tahu caranya, ia paham step by step mekanisme yang harus dilalui jika ingin mencapai tempat yang mereka kehendaki.
Motivasi tanpa strategi hanya berakhir dengan kata-kata bijak, tetapi miskin output dan produktivitas.
Orang menjadi sukses itu bukan soal "hati" saja; dalam hal kemampuan emosi alias ranah afeksi, alias (otak belahan kanan) meskipun hal ini sangat, sangat penting. Untuk membuat operationalisasi menjadi efektif, maka ada satu tambahan pilar lagi yang harus dikuasi, yaitu kompetensi. Dalam hal ini kapabilitas dan kapasitas. Domain ini juga menyangkut sisi "pikiran", the mind dan eksekusi.
Kapasitas harus terus di upgrade, dengan begitu ia akan punya takaran kompetensi dan kesadaran yang lebih besar daripada yang dituntut oleh sebuah masalah. Dengan updated capability, ia akan punya kemampuan untuk menaklukan tantangan.
Ingat- ingat! Motivasi amat baik. Ia bisa menjadi senjata yang sangat ampuh untuk membantu kita mendaki.
Jadi jangan salah paham. Tapi Motivasi saja tidak cukup. Kalau hanya digunakan sebagai dosis tunggal. Ia sering kali menawarkan terapi simptomatis. Tidak menyelesaikan masalah inti. Sebagian besar orang senang mendengarkannya.
Karena ia memberikan quick fix, semacam opium mental terhadap non performance. Kalau salah dosis, boro-boro ia membuat orang maju, sebaliknya salah racik bisa membuat orang terlena, ia menjadi boomerang pertumbuhan.
Ia menjadi penenang “Nina Bobok”. Orang merasa, okay dan no problem ketika tidak menghasilkan apa-apa; Tanpa merasa harus melakukan turn around.
Motivasi harus dibangun terintegrasi dengan kompetensi dan Strategi. Dengan pendekatan komprehensif seperti itu, ia akan menjadi tool yang efektif untuk pengembangan diri dan perbaikan nasib. Semoga.
Penulis
Hendrik Lim
Penulis best selling- New Games, New Response. The Strategy to win the Market Changes
Ini yang Terjadi Ketika Motivasi Salah Dosis
Baru baru ini, publik dibuat heboh dengan kata 'Motivasi', terlebih lagi setelah kasus yang menimpa seorang motivator kondang. Kesaktian motivasi seolah terreduksi. Seberapa jauh motivasi bisa menjadi tools untuk mendekatkan seorang individu terhadap cita cita?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Hendrik Lim
Editor : Setyardi Widodo
Topik
Konten Premium