Bisnis.com, JAKARTA - Kebaya kini tak lagi menjadi pakaian yang hanya digunakan pada acara adat, pesta, atau formal. Penggunaan kebaya kini lebih dinamis dan dapat digunakan dalam berbagai kesempatan. Tak heran, kebaya semakin populer.
Fenomena tersebut membuat peluang usaha baik jasa pembuatan kebaya maupun produksi kebaya ready to wear. Semakin banyak pelaku usaha yang mencoba peruntungan di bisnis ini.
Salah satu pemain yang menjalani bisnis pembuatan kebaya adalah Lulik Soumokil. Kendati telah terjun ke dalam bisnis pembuatan pakaian sejak 1997, Lulik baru fokus dalam pembuatan kebaya sejak 2013.
Ibu tiga anak yang berdomisili di Malang ini mengaku jasa pembuatan kebaya memberikan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan pakaian lainnya. “Spesialisasi kan bisanya lebih mahal, termasuk untuk penjahit spesialis kebaya,” katanya.
Dia memilih usaha tersebut setelah mempertimbangkan pasarnya. Tempat workshop-nya yang berada di pinggiran Malang, diakui Lulik, agak sulit untuk dijangkau klien. Jika hanya memproduksi pakaian biasa, sudah pasti klien memilih penjahit lain yang lokasinya lebih dekat.
Namun, jika orang membutuhkan pakaian untuk event penting, meskipun lokasinya jauh, pasti akan tetap dicari. “Saya juga harus mengurus anak yang masih kecil-kecil. Jika terlalu banyak pesanan, saya khawatir tidak akan tergarap. Kalau pesanan kebaya biasanya tidak sebanyak pakaian lainnya,” katanya.
Proses pembuatan kebaya membutuhkan waktu sekitar 1 pekan hingga 3 bulan, tergantung dari kerumitan desain dan banyaknya antrean.
Untuk proses pembuatan kebaya, Lulik mengharuskan kliennya bertemu dirinya untuk konsultasi terkait desain yang akan dipilih. Bahan yang akan digunakan disesuaikan dengan bentuk tubuh klien.
“Sebaiknya datang dulu untuk ngobrol, sambil saya lihat bentuk tubuh dan rekomendasi desain yang pas. Setelah itu saya beri saran bahan yang akan digunakan dan bisa dicari oleh mereka,” katanya.
Setidaknya Lulik dan klien harus bertemu tiga kali hingga pembuatan kebaya selesai, yaitu pertama untuk konsultasi, kedua fitting pakaian, dan terakhir pengambilan kebaya. Dalam sebulan, Lulik yang dibantu dua pegawainya bisa mengerjakan dua kebaya pengantin, dan 10 kebaya sederhana.
Untuk ongkos jasa, Lulik mematok sekitar Rp2 juta-Rp6 juta untuk kebaya pengantin, dan Rp500.000—Rp700.000 untuk kebaya sederhana. Harga tersebut di luar bahan kain dan aksesoris yang biasanya dibawa langsung oleh klien.
Selama ini, Lulik mengaku tidak memiliki strategi khusus untuk memasarkan jasanya. Selain promosi dari mulut ke mulut, Lulik hanya menggencarkan promosi melalui akun Instagram @lulikkebaya yang sekaligus digunakan sebagai album portofolio.
Ke depannya, Lulik bercita-cita memiliki banyak koleksi kebaya yang bisa disewakan, karena banyak orang yang menanyakan ketersediaan persewaan kebaya. Namun, cita-cita tersebut belum sempat terlaksana karena keterbatasan waktu produksi.
Meskipun sudah banyak penjahit lainnya yang juga mem produksi kebaya, Lulik tetap optimis tis selama masih ada pesta resmi seperti pernikahan, bisnis pembuatan kebaya ini akan tetap cerah.
KEBAYA MODIFIKASI
Selain Lulik, pemain lain yang terjun ke dalam bisnis pembuatan kebaya adalah Ni Putu Meyri yang fokus dalam pembuatan kebaya modifikasi dengan label Marta Ayu Kebaya. Perempuan asal Bali itu melihat saat ini kebaya tak hanya digunakan sebagai pakaian adat yang hanya digunakan pada acaraacara khusus.
Sekarang masyarakat mulai bangga menggunakan kebaya dalam kegiatan sehari-hari, mulai dari pakaian kerja, pertemuan formal hingga acara santai bersama keluarga. “Saya pikir saat ini kebaya tak hanya buat orang yang akan menikah atau yang punya acara, tetapi juga buat para undangan bahkan entertainer karena bisa dibuat menyerupai evening dress,” katanya.
Meyri memulai bisnisnya sejak dua tahun lalu dengan modal awal sekitar Rp400 juta termasuk untuk sewa tempat dan interior butik di kawasan Kuta dan Denpasar, Bali. Hingga saat ini, Meyri memproduksi kebaya ready to wear yang bisa dipesan melalui akun Instagram @martaayukebaya, serta membuat kebaya sesuai pesanan klien.
“Untuk kebaya ready to wear, biasanya kami beri ukuran standar S hingga XL, sehingga calon konsumen bisa memilih dan membelinya
secara online,” katanya.
Meyri membutuhkan waktu sekitar satu pekan untuk menyelesaikan kebaya sederhana tanpa modifikasi, sedangkan untuk kebaya modifikasi dengan penuh ornamen membutuhkan waktu lebih dari 1 bulan.
Untuk prosedur pembuatan kebaya pesanan, Meyri juga mewajibkan klien berdiskusi terlebih dahulu soal desain dan pemilihan bahan. Setelah itu, kebaya akan diproses setengah jadi untuk fitting ke badan klien. “Setelah fitting, baru dilanjutkan sampai kebaya selesai 100%, dan biasanya fitting bisa sampai tiga kali,” katanya.
Mayoritas pelanggannya saat ini masih berada di kawasan Bali, termasuk warga negara asing yang tinggal di Bali. Pelanggan terbanyak lainnya datang dari Jakarta yang rata-rata memesan kebaya ready to wear.
Dalam satu bulan, Meyri mampu memproduksi hingga 10 kebaya yang dibantu oleh 10 pegawainya. “Semakin sederhana desainnya, semakin banyak yang terselesaikan. Namun, kami tetap mengutamakan kualitas, jadi tidak mau asal cepat selesai.”
Adapun, harga kebaya yang diproduksi Marta Ayu Kebaya saat ini berkisar antara Rp400.000 hingga Rp5 juta, dengan margin keuntungan yang dapat dikantongi Meyri mencapai 30%.
Karena memasarkan produknya secara online, Meyri mengaku harus berhadapan dengan sejumlah kendala. Selain persaingan yang semakin ketat di dunia online shop, ada beberapa produsen kebaya lainnya yang meniru desain kebayanya, tetapi dengan kualitas bahan yang jauh di bawah standar produknya. “Kalau dilihat secara sekilas di foto mungkin terlihat mirip, tapi sebenarnya tetap ada perbedaan dari kualitas cutting dan bahan,” katanya.
Untuk itu, dia selalu menjelaskan dengan sabar kepada calon pelanggannya terkait perbedaan dan kualitas produknya. Biasanya, klien yang pernah membeli kebaya di tempatnya dan memegang sendiri bahannya akan langsung mengerti di mana letak perbedaan nya.
Selain memasarkan produknya melalui media sosial, Meyri juga rajin mengikuti pameran-pameran yang sering dilaksanakan di Bali dan Jakarta. Hal itu sekaligus untuk menunjukkan kualitas produknya secara langsung kepada calon pelanggan. “Saya juga berharap mendapat kesempatan berpameran ke luar negeri, sehingga bisa merambah pasar yang lebih luas sekaligus memasarkan produk asli Indonesia.”