Bisnis.com, JAKARTA - Bisnis makanan dipercaya orang sebagai bisnis yang tak pernah mati atau sepi peminat. Namun, banyaknya jumlah pemain di bisnis makanan membuat persaingan antar kompetitor semakin sengit.
Kondisi ini membuat masing-masing produsen harus membuat inovasi atau gebrakan baru. Tujuannya jelas, yaitu untuk menarik minat konsumen.
Bagi produsen yang ingin berinovasi, makanan khas suatu daerah bisa menjadi inspirasi. Penganan yang biasa ditemui di daerah-daerah tertentu tersebut ternyata bisa dijual secara cepat saji dengan rasa universal yang mudah disukai oleh konsumen secara umum.
Buktinya, kini gerai-gerai penganan khas seperti es pisang ijo asal Makassar atau Takoyaki asal negeri Sakura kini menjamur di berbagai kota. Pun gerai-gerai tersebut tak hanya berada di pusat perbelanjaan, tetapi ada hingga di gang kompleks perumahan.
Melihat ceruk pasar yang potensial, banyak produsen yang berlomba-lomba menawarkan paket kemitraan makanan khas. Mereka menawarkan beragam paket yang bisa disesuaikan dengan tujuan investasi konsumen yang berminat.
Pisang Ijo JustMine adalah salah satu pemain yang meraup sukses di bisnis ini. Rizka Rahmatiana, pemilik kemitraan Pisang Ijo JustMine, awalnya memulai bisnis penganan khas Sulawesi Selatan ini secara tidak sengaja.
Bermodalkan keyakinan dan uang Rp150.000, Riezka pun mencoba membuat penganan olahan pisang yang dihidangkan dengan bubur sumsum, sirup, dan es batu.
“Saya mulai membuat pisang ijo pada 2007. Pisang ijo ini sebenarnya makanan tradisional. Meski demikian, rasanya enak dan pasti banyak yang suka. Kala itu, saya masih berjualan di daerah Geger Kalong, Bandung. Tujuan saya adalah menjadikan pisang ijo sebagai makanan yang populer. Saya pun mulai berinovasi dengan menambah varian rasa yaitu cokelat, vanilla, stroberi, dan durian.,” ujar wanita yang lahir 27 tahun silam ini.
Melihat banyaknya konsumen yang datang, Riezka lantas membuat 2 cabang baru di Bandung. Dia akhirnya memperkenalkan sistem kemitraan Es Pisang Ijo JustMine pada 2009.
Alasan utama Riezka mengembangkan sistem kemitraan adalah karena banyaknya permintaan dari konsumen yang ingin mencicipi manisnya laba dari bisnis pisang ijo tanpa harus memikirkan resep makanan dan proses pembuatannya.
Sayang, Riezka mengalami hambatan untuk memperluas jaringan mitranya di tahun-tahun awal. “Waktu memperkenalkan konsep franchise, karyawan saya tidak banyak dan belum memiliki manajemen yang stabil. Itu sebabnya, kemitraan terbatas untuk wilayan Bandung,” katanya.
Dalam kurun waktu lima tahun, perempuan lulusan Universitas Padjadjaran Bandung ini telah memiliki ratusan outlet di seluruh Indonesia dan memiliki puluhan orang karyawan. Untuk kemitraan, Riezka hanya menawarkan satu paket kemitraan Pisang Ijo JustMine seharga Rp15.000.000.
“Paket kemitraan Pisang Ijo JustMine terdiri dari booth, perlengkapan dan peralatan, alat promosi, dan training untuk karyawan. Saat ini semua bahan baku didatangkan dari Bandung. Untuk keuntungan rata-rata 25% dari nilai omzet per hari dengan break event point (BEP) dalam 6 bulan. Namun, BEP tergantung lokasi dan penjualan,” ujar Riezka.
Ibu dua anak ini menuturkan, banyaknya kompetitor yang membuka gerai es pisang ijo dan penganan lain berbahan dasar pisang membuat dia kewalahan untuk memenuhi permintaan mitranya.
Oleh karena itu, Riezka kini membuka perkebunan pisang di daerah Sumedang, Jawa Barat, agar stok pisang bagi dia dan mitra-mitranya selalu terpenuhi.
“Saya tidak memenuhi bisnis untuk diri sendiri, tapi juga mitra-mitra yang ada di banyak wilayah di Indonesia. Oleh karena itu, setiap ada kendala harus selalu dipikirkan solusinya. Selain itu, brand kami juga berinovasi membuat penganan olahan lain dari pisang bernama Tokyo Banana. Semoga bisa berkembang seperti Pisang Ijo JustMine,” tutup Riezka.