Bisnis.com, JAKARTA – Rika Susanti begitu semangat ketika pertama kali dia melihat pengumuman mengenai pelatihan entrepreneurship dari Universitas Ciputra Entrepreneurship Center (ECEC) yang diadakan di Hong Kong pada 2011 lalu.
Wanita yang telah bekerja sebagai tenaga domestic di Hong Kong sejak 2005 ini, tidak ingin selamanya tinggal di negeri Beton tersebut, meski gaji yang didapatkan terbilang lebih dari cukup dengan berbagai fasilitas dan kenyamanan yang dia peroleh.
Ibu yang meninggalkan anak satu-satunya ketika masih berusia 2 tahun tersebut, sangat ingin kembali ke Indonesia dan berkumpul bersama keluarga yang dicintainya. Namun, dia berpikir, tanpa bekal apapun akan sulit untuk bertahan hidup. Apalagi bagi lulusan SMA, mendapatkan pekerjaan di Indonesia bukanlah perkara mudah.
“Kehidupan di Hong Kong memang menyenangkan. Tapi saya berpikir tidak ingin selamanya di sana sehingga ketika ada pelatihan dari UCEC tentang entrepreneur, tidak saya sia-siakan. Saat itu juga, saya langsung menghubungi panita.
Ini menjadi modal dan bekal saya mengembangkan usaha di Indonesia,” ucapnya ketika berbincang dengan Bisnis di sela Diskusi Sastra TKW ‘Puisi dan Suara Hati Pekerja Migran Indonesia’, Rabu (13/11/2013).
Dari setiap materi pelatihan yang dia dapatkan, wanita kelahiran 1979 ini selalu mendiskusikan ilmu tersebut kepada orang tuanya yang kebetulan telah membuka warung makan Barokah di sekitaran kampus Universitas Muhamadiyah Malang.
Dengan berbagai inovasi dan kreatifitas yang disampaikannya tersebut, usaha yang dijalankan sang ibu pun semakin bertumbuh. “Awalnya, penjualan per hari hanya sekitar Rp100.000, kemudian meningkat menjadi Rp600.000, lalu menuju Rp1 juta, Rp 2 juta, dan beberapa bulan ini sudah Rp3,5 juta,” ucapnya.
Setidaknya, terdapat tiga ide bisnis yang diterapkannya dari pembelajaran selama mengikuti pelatihan UCEC di Hong Kong. Pertama, Rika menyadari dengan lokasi warung makan yang berada di kampus, maka 90% konsumen pasti mahasiswa.
Biasanya, mahasiswa senang makan banyak dengan harga terjangkau. “Lalu kami menerapkan sistem secara prasmanan. Pelanggan bisa ambil nasi sebanyak yang mereka inginkan dengan harga yang tetap sama.”
Kedua, menambah menu pada hari-hari tertentu dengan penjualan secara paket. “Dulu Cuma ada nasi rames biasa, sekarang kami menambah menu soto, bakso, dan menu-menu lain yang Cuma ada pada hari-hari tertentu dan dalam jumlah terbatas sehingga kalau sudah habis ya sudah. Hal ini membuat konsumen penasaran.”
Ketiga, membuat kartu member dengan biaya pendaftaran Rp20.000 selama setahun. Bagi siapa pun yang menjadi member, akan mendapatkan diskon setiap kali membeli.
Betul saja, inovasi dan kreatifitas tersebut telah membuat usaha yang dijalankannya semakin berkembang. Jumlah karyawan pun bertambah menjadi 8 orang. “Pelayanan yang cepat serta varian menu menjadi nilai lebih usaha kami.”
Hingga akhirnya, pada Juni 2013 ketika kontrak kerja yang diperpanjang setiap dua tahun sekali tersebut habis, dia pun memutuskan kembali ke Indonesia meski sang majikan menawarkan peningkatan gaji dua kali lipat dari sekitar Rp4,5 juta per bulan menjadi hampir Rp9 juta.
“Saya sudah membulatkan tekad kembali ke Indonesia untuk mengembangkan usaha, dan rencananya akan membuka satu toko lagi. Saat ini dalam tahap pencarian lokasi. Doakan saja,” ujarnya sambil tersenyum.