Sosok Gufron Syarif
Mendirikan Mecca Fried Chicken dan berbagai bisnis makanan dan minuman bukan hal baru bagi Gufron Syarif. Dia telah memulai berbisnis sejak 2010, menjalankan mimpinya setelah mencoba menuruti keinginan orang tua bekerja menjadi bankir dan dosen.
Gufron merupakan lulusan sarjana Akuntansi dari Universitas Padjajaran. Sebelum lulus kuliah, dia sempat galau ingin melanjutkan bekerja di mana. Namun, begitu lulus S1, dia melanjutkan pendidikan bergelar Master di RMIT University di Australia.
Setelah meraih gelar masternya, pertanyaan "ingin melanjutkan bekerja di mana?" kembali muncul. Namun, karena bertemu dengan teman-teman baru dari berbagai negara, dia ingin mengejar passion-nya membuat brand lokal yang bisa besar di kemudian hari.
"Saya lihat di Indonesia itu kan banyak masalah yang belum terpecahkan. Kesannya ekonomi kita tinggi, GDP bagus, tapi yang menghasilkan itu brand luar, yang akhirnya uangnya ke luar juga. Saya akhirnya seperti ada life calling, mau melakukan pekerjaan yang bukan cuma buat saya hidup, tapi juga untuk orang banyak, bikin brand lokal yang ujung-ujungnya bisa besar, dan biar perputaran uang itu tetap di Indonesia," jelasnya.
Namun, perjalanannya membuat bisnis pertama pun tidak mudah. Gufron tidak mengantongi restu dari orang tua. Kedua orang tuanya ingin dia bekerja terlebih dahulu.
"Akhirnya saya kerja dulu di bank, salah satu bank nasional jadi Management Trainee, kurang lebih 3 tahun. Di sana saya bertemu pengusaha macam-macam. Akhirnya si life calling itu datang lagi, ada keinginan lagi untuk membangun bisnis," katanya.
Baca Juga
Dia kemudian kembali meminta restu orang tuanya untuk kembali menjajal dunia bisnis, dan akhirnya berhasil dengan satu syarat. Gufron harus menjadi dosen karena sudah mendapat gelar master.
"Pas udah kerja udah mengikuti mau orang tua nih, akhirnya boleh berbisnis, tapi asal harus jadi dosen. Saya ambil tantangan itu, karena berpikirnya mungkin jadi dosen waktunya bisa lebih luang. Jadi saya kembali ke Bandung menjadi dosen di Unpad," ungkapnya.
Sembari menjadi dosen, Gufron kemudian memulai bisnisnya, masih dengan pandangan idealis, ingin memecahkan masalah yang ada di masyarakat.
Kala itu, dia memilih usaha pengolahan sampah, melihat sampah sedang menjadi masalah besar bagi lingkungan di Bandung saat itu.
Namun, tanpa pengetahuan mendalam, dan banyaknya tantangan yang di luar kendali, Gufron memilih menghentikan bisnis tersebut sambil kembali mengajar.
Selama mengajar, "otak bisnis" Gufron kembali terpanggil ketika melihat sebuah warung makan yang laris manis dan sudah menjadi langganannya saat masih kuliah di Unpad dulu.
Dia kemudian mengajak kerja sama pemilik warung makan tersebut, dengan membeli makanan setengah matang dari warung tersebut dan dijual di warungnya sendiri.
Di bisnis makanan itu, dia menemukan nikmatnya mendapatkan omzet 2 juta per hari, dari modal hanya Rp800.000 per hari.
Karena mulai ramai dan laris, dia memutuskan membesarkan usahanya, dengan menyewa sebuah bangunan. Tak hanya dari hasil usahanya, dia juga mengerahkan segalanya untuk modal, bahkan dari uang tabungan untuk menikah dan menjual mobil, dia menyewa bangunan untuk rumah makanannya untuk 2 tahun.
Untung tak berpihak, usahanya kembali diterpa kendala. Baru setahun buka dan laris, bangunan tersebut disita karena pemilik bangunan yang bermasalah dan kabur. Usahanya pun terpaksa tutup lagi.
Namun, semangatnya punya usaha sendiri dan bisa besar tidak berhenti. Menikah dengan orang asal Padang, Sumatra Barat, membuatnya kembali terpantik untuk membuka usaha lagi.
Terinspirasi dari makanan khas daerah asal sang istri, Gufron menjual rendang pedas dalam kemasan. Kali ini, dia mengubah target pasarnya, untuk para pelajar atau perantau di luar negeri yang rindu dengan makanan Indonesia, terutama rendang Padang.
"Saat itu mulai saya kirim ke teman-teman saya di Australia, terus marketnya makin berkembang, ke negara-negara lain, dipasarkan dari mulut ke mulut. Lalu di Indonesia juga laris, banyak resellernya. Di bisnis ini lumayan sekali, saya bisa dapat Rp600 juta per bulan," ungkap Gufron.
Rendang buatannya lantas terbang ke berbagai negara, seperti Malaysia, Amerika, Jepang dan ke berbagai negara di Asia. Dengan bisnisnya semakin berkembang, dia memasukkan produknya ke supermarket, sampai bekerja sama dengan salah satu restoran yang sempat viral dan ramai, Upnormal.
Meski sudah memiliki bisnis dengan omzet besar, pria yang kerap disapa Ufo itu masih tertarik untuk membuka bisnis yang pendapatannya bisa mengalir setiap hari.
Dia kemudian membuka usaha Dino Donut, bekerja sama dengan teman-temannya saat kuliah. Dino Donat menjual donat berbentuk dinosaurus, sekadar karena anaknya senang dengan karakter dinosaurus, dan juga donat huruf-huruf besar, untuk menjawab kebutuhan orang-orang yang ingin melakukan perayaan namun bosan dengan makan kue.
"Saat itu saya akui kurang riset, hanya berdasarkan intuisi. Tapi Alhamdulillah laris, dan pernah mendapat omzet besar sampai Rp1 miliar, dan buka 9 cabang," paparnya.
Namun, kala itu para mitranya sudah puas dengan usaha tersebut. Sementara Gufron masih punya misi untuk membuka perusahaan besar bertaraf multinasional dan berdampak besar.
Akhirnya, dia mencari bisnis lainnya yang skala bisnisnya bisa diperbesar. Pilihan itu jatuh kepada HAUS!. Pada 2018, dia mendirikan HAUS! melihat peluang banyaknya merek minuman teh dan boba, tapi belum ada yang mengambil untuk kelas menengah ke bawah.
"Ternyata benar, ada demand-nya. Bisnis ini lumayan pesat tumbuhnya, dari target hanya 100 cup per hari, malah terjual 1000 cup. Untuk menangkap permintaan itu, kami bergerak cepat, bikin cabang, sampai 50 cabang," jelasnya.
Untuk memperbesar bisnisnya, Gufron tak menjadikan franchise sebagai pilihan. Beruntung, kali ini HAUS! dilirik investor dan mendapatkan pendanaan Venture Capital, yang dananya digunakan untuk ekspansi hingga bisa membuka 100 cabang.
"Tapi kami nggak buru-buru buka di luar negeri. Fokusnya memaksimalkan buka di dalam negeri dulu," imbuhnya.
Setelah pandemi, Gufron menjajal bisnis baru, meluncurkan makanan khas Korea Selatan lewat Hot Oppa. Bisnis itu menempel dengan HAUS!, menawarkan makanan ringan seperti Odeng, Teokpokki, dan Ramyun.
"Mengingat banyak yang nonton drama dan mulai suka Korea saat pandemi, kami buka Hot Oppa jadi sister company di HAUS," terangnya.
Tak hanya itu, saat ini HAUS! juga menjajal bisnis HAUS! keliling menggunakan sepeda listrik, untuk menjawab kebutuhan orang-orang yang sudah tidak mau beli minuman lewat ojek online, karena ongkos kirimnya yang lebih mahal dari harga minumannya.
"Juni 2023 kami mulai electric bike itu, sekarang sudah ada 1.400 sepeda di Jabodetabek. Ini juga menjawab kebutuhan untuk yang ingin beli minuman keliling, tapi enggak suka kopi," tambahnya.
Selanjutnya, sepanjang perjalanannya membesarkan HAUS, Gufron dihadapkan dengan peluang di tengah aksi boikot produk Israel.
"Kali ini untuk menjawab kebutuhan mereka yang suka makan di brand-brand AS itu tiap minggu, tapi sekarang boikot, kami akhirnya bikin brand ayam goreng yang dijamin tidak terafiliasi sama sekali, dan bahkan memberikan sumbangan ke Palestina. Hadirlah Mecca Fried Chicken," ujarnya.
Melewati proses riset dan pengembangan selama sekitar 11 bulan, Mecca resmi dibuka mulai awal Februari 2025, dengan target pasar menengah ke atas yang melakukan boikot produk pro Israel.
Berbeda dari brand ayam goreng pada umumnya, Mecca Fried Chicken menghadirkan menu gabungan antara makanan Barat dan juga Timur Tengah.
"Ayam gorengnya kami hadirkan yang menggunakan buttermilk a la Louisiana, jadi gurih dan wangi mentega. Tapi, ada menu sampingannya ke arah Timur Tengah, ada kebab dan nasi kebuli. Lalu, ada kearifan lokalnya juga dengan es krim durian," paparnya.
Ke depan, Gufron berharap usaha ayam gorengnya bisa sesukses usaha sebelumnya. Meski tidak memasang target muluk-muluk, dia mengungkap bakal membuka cabang Mecca Fried Chicken berikutnya segera tahun ini.