Bisnis.com, JAKARTA -- Gautam Adani, miliarder terkaya kedua di Asia dan India kembali membuat geger setelah sederet kontroversi yang sudah pernah menyeret namanya.
Mengutip Bloomberg, dia dikabarkan bakal melakukan suksesi, membagi-bagi bisnis Adani Group ke anak dan keponakannya. Rencana Adani yang ambisius itu menyusul penyelidikan regulasi dan serangan penjual saham.
Bisnis Grup Adani, konglomerat besar yang dimulai dengan perusahaan yang didirikan oleh Gautam dan saudara-saudaranya pada 1988 itu, kini sudah bernilai lebih dari US$210 miliar dan menyentuh hampir setiap aspek kehidupan sehari-hari di India.
Gautam pada dasarnya adalah CEO utama Adani Group, yang membuat semua keputusan untuk seluruh konglomerat. Namun sekarang, dia mulai bertanya kepada anggota keluarga sebelumnya, dua putra dan dua keponakannya, bagaimana mereka ingin menjalankan perusahaan ketika dia kelak mengundurkan diri.
Jadi, yang Gautam Adani dan kedua saudaranya tengah berencana mengalihkannya bisnis besarnya, yang begitu kompleks, ke generasi berikutnya di saat mereka masih ada untuk mengawasi dan mengoreksi kinerja mereka saat dibutuhkan.
Menurut sebuah podcast Bloomberg, Gautam yang kini berusia 62 tahun berencana melakukan transisi ketika dia berusia 70 tahun. Saat itulah dia akan pensiun dan menyerahkan kerajaannya kepada empat penerus.
Baca Juga
Empat Calon Penerus Adani Group
Keempat penerus ini adalah putra-putra Gautam, Karan dan Jeet, serta sepupu mereka, Pranav dan Sagar.
Pranav adalah yang tertua di antara keempatnya dan telah berkecimpung dalam bisnis Adani Group paling lama. Saat ini dia bertugas mengawasi sebagian besar bisnis konsumen Adani Group, termasuk barang-barang konsumen, media, dan real estat.
Dia juga bertanggung jawab untuk membangun kembali daerah kumuh Dharavi, salah satu daerah kumuh terbesar di Asia dan seukuran Monaco. Pembangunan tersebut melibatkan relokasi satu juta orang di jantung kota Mumbai yang menganggap daerah kumuh itu sebagai rumah mereka.
Berikutnya, ada Karan Adani, putra sulung Gautam Adani yang disebut merupakan penggemar berat Formula 1. Saking ngefansnya, di kantornya ada banyak replika mobil Ferrari, dan model skala mobil Ferrari, di mana-mana.
Karan bertugas mengelola semua pelabuhan untuk Adani Group. Dia dikenal tidak pernah main-main, penuh semangat, dan tidak kenal basa-basi dalam urusan bisnis.
Lalu, ada Jeet Adani, putra bungsu Gautam. Dia satu-satunya insinyur terlatih dalam keluarga dan mengurus bandara milik grup. Dia juga bertanggung jawab atas bisnis digital serta unit pertahanan, yang membuat peralatan mulai dari senjata ringan hingga rudal.
Bagai pinang dibelah dua dengan ayahnya, Jeet dikenal sangat ramah. Tapi kondisinya berbanding terbalik ketika ada orang yang mengatakan kepadanya bahwa sesuatu tidak dapat dilakukan, dia akan langsung kehilangan ketenangannya dan mulai meninggikan suaranya.
Terakhir ada Sagar Adani, keponakan Gautam yang lebih muda, yang mengawasi bisnis energi grup, juga keuangan. Dia adalah wajah bagi para investor, dia sering bepergian sekitar 20 hari sebulan.
Sosok Gautam Adani
Rencana transisi tersebut tak lepas dari peran besar Gautam Adani, pendiri dan ketua Adani Group, salah satu konglomerat bisnis terbesar di India.
Lahir di Gujarat pada 24 Juni 62 tahun lalu, dia sempat putus sekolah dan meninggalkan toko tekstil milik ayahnya untuk mendirikan bisnis perdagangan komoditas pada 1988, yang menjadi pintu masuknya ke dunia bisnis.
Grup ini memiliki bisnis di berbagai bidang mulai dari pelabuhan, bandara, distribusi gas, energi hijau, pusat data, logistik pertanian, minyak nabati, serta pembangkitan dan transmisi listrik, dan lain-lain.
Grup ini juga menjadi operator bandara terbesar di India dan juga mengendalikan Pelabuhan Mundra di negara bagian asal Adani, pelabuhan swasta terbesar di negara tersebut.
Dalam payung bisnis ini, tujuh perusahaan terdaftar di bursa saham India. Grup Adani juga memiliki tambang batu bara kontroversial di Australia, tambang Carmichael, yang telah menjadi sasaran empuk bagi para aktivis perubahan iklim.
Selama bertahun-tahun, grup ini telah berkembang melalui akuisisi dan kolaborasi. Beberapa kolaborasi besar dikantongi seperti dari TotalEnergies SE Prancis dan Adani Group yang setuju untuk berinvestasi US$5 miliar untuk memproduksi hidrogen hijau dan produk terkait di India.
Selain itu, Adani Group jugamenjadi produsen semen terbesar kedua di India setelah membeli aset perusahaan Swiss Holcim di India seharga US$10,5 miliar.
Sederet Kontroversi Adani Group
Kesuksesannya Adani Group yang begitu pesat sering dikaitkan atas kedekatan keluarga Adani dengan Perdana Menteri Modi. Hubungan mereka sudah terjalin sejak Modi menjadi kepala menteri Gujarat sehingga Adani bisa memperoleh tanah dengan harga murah.
Tuduhan kronisme dan "dimanja" oleh Modi, sudah jadi cap bagi Adani sejak dia membeli aset seperti pelabuhan, kontrak bandara, dan tambang batu bara di seluruh India, yang menjadikannya salah satu pengusaha terbesar dan terkuat di negara itu dalam waktu yang sangat singkat.
Menurut data dari Forbes, Adani memiliki kekayaan bersih sebesar US$2,8 miliar pada 2014, tepat sebelum pemilihan nasional yang mengangkat Modi menjadi perdana menteri.
Kekayaannya kemudian melonjak menjadi US$126,4 miliar hingga laporan Hindenburg Research pada tanggal 24 Januari membuat bisnisnya mengalami krisis.
Hindenburg Research adalah firma riset keuangan forensik yang berbasis di AS yang mencari kesalahan perusahaan dan kemudian membuat taruhan jangka pendek terhadap kesalahan tersebut.
Perusahaan tersebut menuduh bahwa Adani Group telah terlibat dalam "manipulasi saham dan skema penipuan akuntansi selama beberapa dekade". Adapun, beberapa tuduhannya yang dilaporkan berikut ini:
Pertama, perusahaan-perusahaan Adani yang telah go public disebut memiliki "utang yang besar", dan beberapa telah menjaminkan saham mereka untuk pinjaman. Lima dari tujuh perusahaan tercatat utama telah melaporkan "rasio lancar" di bawah 1, yang menunjukkan tekanan likuiditas jangka pendek.
Kedua, Adani Group menggunakan jaringan firma kantor pajak untuk menggelembungkan pendapatan dan harga saham dan juga menyediakan bantalan untuk saldo modal agar entitas yang tercatat tampak lebih layak kredit.
Ketiga, saham perusahaan terkait Adani Group banyak dimiliki oleh perusahaan cangkang dan perusahaan offshore
Keempat, Grup itu disebut tidak memiliki kontrol keuangan, dan bisnis Adani yang tercatat telah melihat sederet pergantian kepala keuangan (CFO), termasuk di perusahaan andalannya, Adani Enterprises, yang telah memiliki lima CFO selama delapan tahun. Hal ini disebut jadi tanda bahaya untuk masalah akuntansi.
Kelima, Adani Group dituding menggunakan auditor independen untuk Adani Enterprises dan Adani Total Gas, sebuah perusahaan audit kecil bernama Shah Dhandaria, yang tidak memiliki situs web terkini, hanya punya empat mitra, dan 11 karyawan.
Laporan Hindenburg mengatakan bahwa perusahaan ini tampaknya tidak mampu melakukan pekerjaan audit di perusahaan yang besar, yang seharusnya rumit.
Hidenburg menemukan bahwa mitra audit di Shah Dhandharia, yan menandatangani audit tahunan untuk Adani Enterprises dan Adani Total Gas, berusia 24 dan 23 tahun saat mereka mulai bekerja. Mereka pada dasarnya baru lulus sekolah dan nampaknya tidak dalam posisi untuk meneliti dan meminta pertanggungjawaban keuangan beberapa perusahaan terbesar di India yang dijalankan oleh salah satu individu paling berkuasa.
Laporan tersebut juga menuduh bahwa anggota keluarga Adani bekerja sama untuk membuat entitas off shore di luar yurisdiksi pajak seperti Mauritius, Uni Emirat Arab, dan beberapa pulau Karibia, membuat dokumentasi impor/ekspor palsu untuk memacu perputaran uang palsu dan menyedot uang dari perusahaan yang terdaftar.
Laporan itu juga mengutip adanya penyelidikan penipuan sebelumnya oleh pemerintah India, yang menuduh adanya pencucian uang, pencurian dana pajak, dan korupsi, dengan total sekitar US$17 miliar.