AALI serius menggarap bisnis sapi. Bagaimana model bisnisnya?
Ini sistem integrasi sapi dengan sawit. Jadi, bagaimana kami juga bisa berkontribusi terhadap ketahanan pangan. Jangan tanya kontribusinya terhadap pendapatan, karena masih jauh di bawah kelapa sawit. Ini lumayan sudah untung pada 2018, sudah enggak rugi. Saya cukup kaget dengan pencapaian itu.
Pada tahun lalu, AALI bahkan menjadi salah satu perusahaan pembiakan sapi terbesar di dalam negeri, padahal kapasitas baru 10.000 ekor di Kalimantan Selatan. Cuma untuk pengembangan 10.000 itu, idealnya membutuhkan lahan 45.000 hektare (ha). Makanya, untuk ekspansi ke Jawa rasanya terlalu mahal.
Apa keuntungan sistem integrasi sapi dan sawit ini bagi perusahaan?
Keuntungan sistem integrasi ialah sapi bisa makan rumput liar, sehingga kebun lebih rapi. Tanah juga mendapat bahan organik dari kotoran sapi. Sebelumnya, kami membeli bahan organik Rp7.500 per kilogram, sekarang sudah bisa dikurangi. Ini juga membantu kesehatan sawitnya, karena tidak terlalu banyak bahan kimia juga.
Pada 2018, AALI berhasil menjual 10.061 ekor sapi, atau naik 1.300 ekor dari posisi 2017. Harga penjualan sapi pada tahun lalu stabil pada level Rp42.000—Rp46.000 per kg di Kalimantan Tengah.
Kalau berbicara profit, harga sapi per ekor Rp20 jutaan, dengan margin per ekor sekitar Rp500.000. Bisnisnya memang menjanjikan, tetapi apakah bisa profit hingga dua digit rasanya sangat jauh. Makanya, yang harus dilihat [bisnis sapi] ini membantu ketahanan pangan sekaligus menambah lapangan kerja baru.
Bagaimana rencana bisnis sapi AALI pada 2019?
Ada rencana ekspansi bisnis sapi di Sumatra dan Kalimantan Timur tahun ini. Di Kaltim kandangnya sudah ada, tinggal jualannya. Kalau di Sumatra, kami sedang lihat feasible atau tidak untuk jualan.
Saya tidak mau merusak pasar yang sudah ada di sana. Buat saya, kalau merusak pasar, malah dimusuhi masyarakat, itu tidak baik. Bisnis jangan seperti itu.
Kalau breeding, tidak bisa direncanakan karena tergantung indukannya. Tahun lalu, pembiakan dari indukan sendiri mencapai 1.600 ekor.
Kami sudah memiliki ahli genetika, yang memungkinankan anak sapi nantinya bisa jadi indukan. Saya berharap bisa 15.000—20.000-an penjualan, karena sudah ada kandang baru di Kalimantan Timur.
Di Kalimantan Tengah, saat ini kapasitas kandang dan fasilitasnya mencapai 10.000 ekor. Kalau di Kalimantan Timur baru coba 2.000 ekor untuk penggemukan dan penjualan saja. Kalau masuk ke pembiakan butuh fasilitas lengkap, bahkan sampai ke tenaga kerja ahli seperti dokter, ahli pakan, dan ahli kesehatan hewan.