Bisnis.com, JAKARTA - Topik transformasi selalu saja menjadi perbincangan hangat, tidak hanya di level CxO, tetapi juga di level middle management hingga front liners. Pertanyaan paling mendasar adalah, adakah metodologi yang paripurna dalam mengelola dan melaksanakan transformasi?
Transformasi bisnis adalah topik yang selalu menjadi pembicaraan sejak dulu, dan semakin sering terdengar dalam kurun waktu belakangan ini. Krisis keuangan, perubahan teknologi, konsolidasi industri, ataupun penurunan kinerja perusahaan merupakan beberapa dari banyak alasan untuk melakukan transformasi.
Dari pengamatan kami membantu perusahaan-perusahaan terkemuka melakukan transformasi, banyak kegagalan transformasi terjadi karena program ini hanya difokuskan pada perubahan dan perbaikan kinerja satu fungsi atau titik organisasi dan kurang menyentuh titik titik lain yang terkait.
Pendekatan transformasi seperti ini tidak pernah cukup malah seringkali membawa lebih banyak efek negatif dibandingkan dengan efek positif. Pengalaman kami juga menunjukkan bahwa pendekatan lain, yaitu transformasi secara sekuensial, perlahan —yang seringkali dilakukan karena keterbatasan sumberdaya—juga berpotensi membawa hasil yang tidak sesuai harapan.
Hasil yang tidak optimal, contohnya tidak selarasnya program transformasi dengan strategi, tertundanya manfaat, dan gagalnya program transformasi dalam mengatasi akar masalah kemudian menjadi bahan pergunjingan yang digunakan sebagai alasan ‘mosi tidak percaya.
Adalah sangat lazim menjumpai bahwa strategi transformasi yang sudah dirancang hanya dikirim untuk menemui kegagalan saat diimplementasikan. Hal itu akibat ketidakmampuan organisasi dalam melaksanakannya.
Berangkat dari amatan ini, kami di A.T. Kearney mencoba untuk mendefinisikan kembali suatu pendekatan transformasi yang paripurna. Suatu pendekatan yang berangkat dari analogi bahwa perusahaan adalah suatu entitas yang kompleks, sama saja dengan organisme yang hidup.
Satu transplantasi dari organ akan membutuhkan penyambungan kembali dari banyak pembuluh darah dan akan berpengaruh kepada kinerja organ organ lain. Intervensi di satu fungsi perusahaan pasti berpengaruh dan berefek sistemik pada fungsi lain.
Layaknya suatu tindakan transplantasi pada tubuh, transformasi harus dipikirkan secara seksama, dilaksanakan menggunakan teknik dan instrumen yang sesuai, serta dilakukan oleh orang yang kompeten.
Analogi perusahaan sebagai makhluk hidup ini kemudian mendasari apa yang kami sebut sebagai Fit Transformation, yang terdiri dari tiga langkah utama.
Pertama, menerjemahkan strategi perusahaan yang baru ke sejumlah inisiatif transformasi dengan tujuan menjadikan organisasi yang kuat (strength), cepat (agility) dan efisien (cost) —secara seimbang.
Langkah ini diawali dengan penentuan tujuan strategis yang mendasari seluruh tujuan bisnis, mengidentifikasi sumber-sumber nilai yang akan membantu bisnis dalam mencapai tujuannya, serta melakukan penyelarasan model operasional.
Kedua, melakukan penyelarasan pilar-pilar model operasional perusahaan yang mencakup struktur dan tata kelola, termasuk organisasi dan proses penilaian kinerja, proses bisnis, dukungan teknologi, melakukan rekonfigurasi sumber daya, serta mengembangkan kemampuan dan budaya perusahaan.
Ketiga, mengelola transformasi melalui inisiatif-inisiatif manajemen perubahan yang berfokus pada pengembangan rasa memiliki inisiatif transformasi.
Transformasi haruslah dilakukan secara berimbang dan selaras di antara strength-agility-cost. Contohnya, perusahaan yang melakukan transformasi karena didasari desakan biaya tidak secara serta merta harus berfokus pada pengetatan biaya yang kemudian menjadikan mereka sangat lean.
Karena jika demikian mereka dapat lemah dan tidak responsif terhadap persaingan di masa datang, yang dampaknya kadang lebih besar dibandingkan tidak melakukan transformasi sama sekali.
Sebaliknya, perusahaan lain mungkin menjumpai keadaan ketika mereka berusaha membangun kemampuan untuk lebih responsif terhadap pasar, biaya yang ditimbulkan jauh lebih besar daripada manfaat yang diperoleh.
Fit transformation berusaha membawa keseimbangan dengan menempatkan strategi sebagai dasar. Strategi, tentu saja harus benar arahnya. Konsep fit transformation merupakan program yang dapat digunakan untuk memastikan strategi tereksekusi dengan benar.
Menerjemahkan strategi dengan tergesa-gesa dan tidak paripurna akan menyebabkan implementasi yang terlalu sempit, tidak efektif, dan munculnya potensi kebingungan baru bagi organisasi.
Dalam fit transformation, ketika sebuah proses atau fungsi, terutama proses yang lintas fungsi berubah, tata kelola dan sistem kontrol baru mungkin perlu diubah untuk memastikan akuntabilitas baru dapat membantu terwujudnya tujuan perubahan.
Bagaimana dengan aspek manajemen perubahannya, yang dalam banyak kesempatan dianggap sebagai suatu mantra dan sudah cukup untuk mengawal transformasi?
Kenyataannya, dalam banyak program transformasi yang gagal, konsep manajemen perubahan yang dilakukan terkesan kurang jelas dan mengena bagi para pemangku kepentingan karena tidak selaras dengan tema transformasi, strategi, ataupun model operasional yang hendak diwujudkan.
Pada posisi ekstrim, seringkali sebuah manajemen perubahan bahkan hanya dianggap sebagai janji para pemimpin ‘menjual’ inisiatif baru, tetapi menjadi samar di sisi eksekusinya.
Dalam fit transformation, manajemen perubahan wajib dirancang secara sistematis dari awal hingga akhir, diselaraskan dengan tema strategi, transformasi, dan model operasional yang baru, serta mengkombinasikan pendekatan top-down dan bottom up. Manajemen perubahan harus menjadi viral untuk mengaktifkan mesin-mesin perubahan, formal maupun informal.
Fit transformation memang merupakan suatu konsep yang lebih luas dan lebih kompleks dibandingkan dengan konsep transformasi lainnya. Namun, pengalaman kami membuktikan, ketika diimplementasikan dengan benar, manfaat yang diberikan lebih besar dan berkelanjutan dibandingkan pendekatan transformasi lain.
Sebuah pemahaman yang mendalam mengenai dinamika industri dan arahan strategi perusahaan adalah modal dasar fit transformation. Pengetahuan akan bagaimana berbagai fungsi dan komponen dalam perusahaan bekerja saat ini, dan apa yang diharapkan dari masing-masing komponen tersebut, serta bagaimana keterkaitan mereka di masa datang merupakan awal yang baik dalam melakukan penyelarasan inisiatif transformasi dan menggerakkan mereka secara selaras.
Berfokus tidak hanya pada aspek-aspek inti dari strategi, tetapi juga aspek pendukung dan model operasional yang baru. Dengan demikian, transformasi yang paripurna dan “fit” dapat mulai dilaksanakan. []
*) Anugerah Pratama, Manager Organization and Transformation Practice A.T. Kearney South East Asia