Bisnis.com, JAKARTA--Perjalanan panjang orang terkaya ke-8 di Indonesia versi Majalah Forbes dengan kekayaan ditaksir mencapai US$2,3 miliar atau setara Rp27,6 triliun, Peter Sondakh, untuk menguasai PT BW Plantation Tbk. akhirnya terwujud.
Rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) PT BW Plantation Tbk. akhirnya menyetui penguasaaan Peter Sondakh melalui Grup Rajawali Corpora sebagai pemegang saham mayoritas perseroan. PT Rajawali Capital International menggenggam minimal 51% saham BWPT melalui mekanisme right issue.
Dengan demikian, Sondakh resmi mengeser kepemilikan keluarga Tjipto Widodo melalui PT BW Investindo sebagai pendiri BWPT. Bahkan, aksi korporasi tersebut juga membuat perusahaan milik Sondakh, Group Green Eagle, masuk ke pasar modal atau backdoor listing dengan diakuisisi oleh BWPT.
Keberadaan Grup Rajawali telah tercium sejak masuknya Credit Suisse AG SG Branch S/A Matacuna Group Limited dan Credit Suisse AG SG Branch S/A Pegasus CP One Limited. Belakangan, Grup Rajawali mengakui sebagai penerima manfaat pemegang saham kedua SPV tersebut.
Tidak hanya itu, salah satu orang kepercayaan Peter Sondakh yaitu Stephen Kurniawan Sulistyo juga telah disahkan menjadi komisaris utama BWPT pada 23 Juli 2014.
Tak lama berselang, manajemen BWPT mengumumkan penawaran umum terbatas I (PUT) melalui mekanisme right issue. BWPT menawarkan 27,02 miliar lembar saham atau 85,71% setelah PUT I dengan nominal Rp100 per saham. PUT I tersebut ditawarkan dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD).
Saham baru dipatok pada harga Rp400 per saham dengan rasio 1:6. Sehingga, dari aksi korporasi itu, BWPT menyerap dana sekitar Rp10,8 triliun.
Berdasarkan perjanjian bersama tiga pemegang saham terdahulu yakni Pegasus dan Matacuna serta termasuk PT BW Investindo, milik keluarga Widodo, tidak akan menyerap right issue tersebut. Nantinya, kepemilikan saham BW Investindo akan terdilusi menjadi 4,98% dari sebelumnya 34,86%.
Ketiga pemegang saham tersebut mengalihkan hak penyerapan right issue kepada Grup Rajawali. Pasalnya, Rajawali Capital International menjadi pembeli siaga bersama dengan PT BNI Securities, PT Danareksa Sekuritas, PT Mandiri Sekuritas, dan PT Valbury Asia Securities.
Aksi korporasi sempat tertunda akibat belum terbitnya surat efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Bahkan, rencana right issue membuat investor publik menjerit karena harga saham BWPT anjlok tajam.
Namun, akhirnya, pada Kamis (27/11/2014), sebanyak 97% pemegang saham yang hadir dalam RUPSLB kedua, menyetujui aksi korporasi itu. "Surat sudah kami dapatkan dari OJK, pemegang saham menyetujui right issue dengan kuorum 97%," kata Direktur Utama BWPT Halim Ashari.
BW Plantation pun bertransformasi. Setelah konglomerat berusia 62 tahun itu masuk sebagai pemegang saham mayoritas, BWPT mengubah nama menjadi PT Eagle High Plantation Tbk. Hal itu seiring dengan akuisisi Eagle Group oleh BWPT setelah perseroan meraup dana hasil right issue pada akhir Desember mendatang.
Nominal akuisisi sebesar Rp10,53 triliun itu diakui terdiri dari ekuitas Green Eagle sebesar Rp8,52 triliun dan utang sebesar Rp2 triliun.
Halim menilai, transaksi tersebut terbilang fair value. BWPT mendapatkan perusahaan perkebunan dengan nilai US$13.000/hektare dinilai masih di bawah nilai sebenarnya. "Ini situasi sementara, ini waktu terbaik untuk pembeli membeli saham BWPT."