Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rasa Aman di Balik Perubahan Budaya

Budaya tidak tercipta dari satu cetakan (template) yang sama. Ini bukan solusi operasi plastik bagi tampang mengecewakan menjadi mulus estetis.
Ilustrasi Strategi bisnis/bisnis.com
Ilustrasi Strategi bisnis/bisnis.com

“Ini delapan bulan yang berdarah-darah,” seorang manajer berkisah. Ia menjadi salah satu kepala divisi dalam culture change yang dicanangkan sebuah perusahaan nasional. Perannya sebagai agen perubahan memberinya banyak wewenang.

Perusahaan yang bergerak di berbagai lini bisnis itu menggaetnya dari sebuah perusahaan multinasional. Tentu saja perusahaan berharap manajer pindahan itu bisa menularkan etos kerja yang lebih giat, lebih profesional, dan bisa bersaing dengan iklim bisnis yang baru.

Perjuangannya tidak sederhana. Itu sudah jelas. Pasti ada isu “orang lama” dan “orang baru.” Ada kisah orang-orang tersingkir yang merasa diabaikan. Dalam delapan bulan ini, ia masih berjuang untuk bisa memantapkan budaya baru bagi perusahaan itu. Namun, apakah isu “orang lama-orang baru” itu yang menjadi masalah utamanya?

Sang manajer mengakui, penghalang terbanyak justru datang dari sisi pemilik perusahaan. Di satu sisi ingin adanya perubahan, di sisi lain masih nyaman dengan sistem lama. Di tempat kerjanya dahulu, budaya kerjanya lebih egaliter.
Di perusahaan keluarga berskala nasional ini, “sopan santun” masih dikedepankan. Belum lagi, proyek besar yang melibatkan pembajakan karyawan dengan gaji-gaji menjulang itu terkesan berantakan. Beberapa divisi menggunakan konsultan, yang lainnya tidak. Mereka dibebaskan untuk menentukan konsultannya. Bisa ditebak, arahan konsultan menjadi merebak ke mana-mana dan kurang terintegrasi. Mereka seperti berjalan sendiri-sendiri.
Ketika timbul masalah, mereka ajukan di rapat besar dengan pemilik perusahaan. Bukannya memperbaiki masalah, program perubahan budaya perusahaan itu mendatangkan perkara yang tidak sederhana. Keadaannya menjadi konser musik klasik yang dimainkan oleh musisi jazz. Tidak ada patokan yang baku dalam suasana penuh perubahan.
Sebelum melakukan tindakan, sebaiknya perusahaan melakukan diagnosa terlebih dahulu. Perusahaan perlu dipetakan terlebih dahulu. Ibarat tubuh manusia, harus ada medical check up sebelum dilakukan treatment. Kalau tidak, dokter yang sudah berpengalaman pun bisa melakukan salah pengobatan yang fatal.
Dalam hal budaya perusahaan,  sebenarnya, siapa yang nyaman dengan perubahan? Kebanyakan orang tidak nyaman dengan perubahan. Kalau Anda merasa senang dengan perubahan, mungkin Anda adalah seorang petualang. Anda suka dengan ketidaknyamanan. Namun, ada beberapa orang ditakdirkan untuk membuat perubahan dan membuat jalan baru.
John P. Kotter, profesor bidang Kepemimpinan yang lama mengajar di Harvard Bussiness School, melihat banyak yang merasa tidak perlu adanya perubahan. Hal ini terjadi karena tidak adanya rasa urgensi bersama.
Hanya segelintir orang yang merasa bahwa perubahan itu perlu terjadi. Padahal, bisnis apapun, sebesar apapun perusahaan itu, pasti membutuhkan perubahan. Kotter bersaksi, karena dunia ini berubah, maka perusahaan itu harus selalu menemukan cara untuk berubah pula.

Fase awal
Seorang manajer di perusahaan otomotif pernah mengeluhkan bagaimana ia serasa terbentur dinding berkali-kali. Ia ditunjuk untuk membuat perubahan di perusahaan yang tadinya ada saham pemerintah dan sekarang 100% swasta.
Perubahan saham tidak berpengaruh signifikan dengan status karyawan. Ia menemukan sekian banyak manipulasi. Genderang perang perubahan ditabuh. Perang? Ya, perang. Sang manajer agen perubahan itu menggambarkan ceritanya seperti kisah Bharatayudha.
Ada intrik, permusuhan, penghambaan, dan persekongkolan. Semuanya mirip, bahkan kisah cinta pun ada terselip di antaranya. Satu tahun berlalu dan ia baru menuai hasilnya. Itu pun, katanya, baru awal dari perubahan dan masih banyak hal yang harus dilakukan.
Ibarat kisah Mahabharata, ini sama dengan Pandawa membangun kerajaan Amarta. Astina masih dikuasai oleh Kurawa. Selama kurun itu, kepalanya pusing tujuh putaran.
Perusahaan itu mengutusnya seorang diri. Jadi, sebenarnya tidak mirip dengan kisah Bharatayudha. Itu lebih mirip pendekar mengobrak-abrik sarang penyamun. Ia sendirian dan sebagaimana kisah para pahlawan, hidupnya memang penuh perjuangan dalam hal perubahan.
Perubahan seperti ini cenderung tidak efektif. Perusahaan membutuhkan waktu yang lama agar budaya perusahaan bisa berubah. Berbeda dengan manajer yang delapan bulan masih berdarah-darah itu, ia beruntung mendapat dukungan penuh dari pemilik perusahaan. Dengan tongkat komando yang penuh kuasa, ia bisa membuat kebijakan-kebijakan baru sesuai dengan kondisi kejadian. Di kepalanya, ada berbagai strategi yang hanya diketahui dia dan Tuhan.
Apabila dilakukan dengan terencana, “perang budaya” itu sebenarnya bisa dihindarkan. Atau, paling tidak bisa diminimalisasi sekecil mungkin. Bagaimana pun, tidak semua unsur budaya harus dilenyapkan begitu saja dan diganti yang baru.
Budaya tidak tercipta dari satu cetakan (template) yang sama. Ini bukan solusi operasi plastik bagi tampang mengecewakan menjadi mulus estetis. Ini adalah seni transformasi elegan yang berkaitan dengan konsep diri dan cara berdandan.
Perubahan itu memang tidak memberi rasa nyaman. Akan tetapi, perubahan menjanjikan rasa aman. Persaingan bisnis yang semakin kompetitif memunculkan tantangan dan dilema. Hal ini menjadi cambuk untuk berbenah diri dan bangun dari tidur yang melenakan. Semuanya hanya bisa dicapai melalui komitmen perubahan.
Kerja sama dan dedikasi seluruh jajaran manajemen, staf, dan seluruh insan perusahaan tanpa terkecuali. Dedikasi ini hanya bisa terwujud dengan menerapkan budaya perusahaan di mana keberadaannya melekat dan mutlak dalam setiap gerak, langkah, dan napas kehidupan perusahaan.

Oleh Robby Susatyo
Partner Dunamis Organization Services


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Lutfi Zaenudin
Editor : Lutfi Zaenudin
Sumber : BI Weekend Minggu, 19 Oktober 2014
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper