Bisnis.com, JAKARTA -- Perusahaan yang sempat jadi raksasa ritel fashion, Forever 21, kembali mengajukan perlindungan kebangkrutan untuk kedua kalinya dan berencana untuk menutup bisnisnya di AS.
Dilansir Reuters, rencana tersebut salah satunya disebabkan karena kunjungan di pusat perbelanjaan AS menurun dan persaingan dari pengecer daring seperti Amazon, Temu, dan Shein meningkat.
F21 OpCo, yang mengelola toko-toko Forever 21, mengatakan pada Minggu malam (16/3/2025) bahwa mereka akan menutup bisnis di AS berdasarkan perlindungan kebangkrutan Bab 11, sambil menentukan apakah mereka dapat melanjutkan bisnis dengan mitra, atau apakah mereka akan menjual sebagian atau semua asetnya.
Adapun, mengutip USA Today, penasihat hukum untuk F21 OpCo, mengatakan bahwa perusahaan mengantisipasi untuk mengosongkan sekitar 354 toko sewaannya pada akhir April 2025.
Menurut catatan pengadilan, perusahaan berencana untuk menyelesaikan semua penjualan penutupan toko sebelum 1 Mei, dan akan ada banyak toko yang ditutup sebelum 1 April.
Selain persaingan bisnis, Forever 21 juta terhambat dengan adanya aturan keringanan tarif dan prosedur bea cukai AS atas barang impor yang dikirim ke perorangan yang nilainya kurang dari US$800.
Baca Juga
Hal ini dinilai membantu pengecer daring China seperti Shein dan Temu bisa menjaga harga mereka tetap sangat rendah, sehingga perlahan membunuh usaha seperti Forever 21.
Presiden AS Donald Trump menghentikan pencabutan klausul tersebut oleh pemerintahannya pada Februari lalu setelah perubahan cepat tersebut menimbulkan gangguan bagi inspektur bea cukai, layanan pos dan pengiriman, serta pengecer daring.
Forever 21 bangkrut dengan utang sebesar US$1,58 miliar, setelah merugi lebih dari US$400 juta selama tiga tahun terakhir.
Menurut dokumen yang diajukan di pengadilan kebangkrutan Wilmington, Delaware, perusahaan tersebut merugi US$150 juta pada 2024 saja, dan diproyeksikan akan merugi sekitar US$180 juta pada 2025.
Pendiri Forever 21
Didirikan di Los Angeles pada 1984 oleh imigran Korea Selatan, Do Won Chang, Forever 21 populer di kalangan pembeli muda yang mencari pakaian bergaya namun terjangkau.
Pria kelahiran Korea Selatan pada 20 Maret 1954 itu hijrah ke California, AS bersama istrinya, Jin Sook Chang, pada 1981, dan mulai bekerja serabutan di kedai-kedai kopi.
Hingga pada 1984, pasangan suami istri ini membuka toko baju mereka sendiri di Highland Park, Los Angeles, AS, dengan berbekal modal US$11.000 dari tabungan mereka.
Toko baju yang awalnya bernama Fashion 21 itu sukses sehingga mereka dengan cepat bisa membuka beberapa cabang di berbagai lokasi, dan akhirnya mereka mengganti nama tokonya menjadi Forever 21.
Pada puncaknya, perusahaan ini pernah mempekerjakan sampai 43.000 orang karyawan, dan mengoperasikan 800 toko di seluruh dunia, dan mencatat penjualan tahunan lebih dari US$4 miliar, menurut dokumen pengadilan.
Sayangnya, setelah mencetak perjalanan sukses, pada 2019 mereka harus mengajukan kebangkrutan karena harus bersaing dengan merek-merek besar seperti Zara dan H&M.
Saat menyatakan bangkrut pertama kali, Forever 21 menutup 178 toko di AS dan Kanada. Mereka juga menarik diri dari Jepang, dan menyisakan sebagian operasional di AS dan bertahan di Meksiko dan Amerika Latin.