Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Sosok Miliarder di Balik PLTS Terbesar di Dunia Punya Australia

Sosok Mike Cannon-Brookes, miliarder Australia di balik proyek PLTS terbesar di dunia.
Mike Cannon/reuters
Mike Cannon/reuters

Bisnis.com, JAKARTA — Sebuah perusahaan energi terbarukan yang berbasis di Sydney, Australia, Sun Cable, bary saja memperoleh persetujuan pemerintah Australia untuk membangun tahap pertama kabel bawah laut senilai AU$30 miliar.

Proyek tersebut akan menyalurkan listrik yang dihasilkan tenaga surya dari Darwin dan akan dinikmati oleh warga Singapura.

Di bawah proyek tersebut, Sun Cable sedang membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Australia-Asia Power Link, yang digadang-gadang sebagai yang terbesar di dunia.

Proyek sepanjang 4.300 kilometer itu akan menyalurkan lebih dari 20 gigawatt listrik pada 2030 dari ladang tenaga surya di Australia utara ke pelanggan di Darwin dan Singapura.

Menariknya, proyek ini didukung oleh Mike Cannon-Brookes, salah satu pendiri dan CEO perusahaan perangkat lunak kolaborasi Atlassian yang berkantor pusat di Sydney. Forbes memperkirakan dia memiliki kekayaan bersih sebesar US$10,7 miliar. 

Belakangan, dia telah meningkatkan investasinya dalam energi terbarukan dan mendanai upaya filantropis untuk memerangi perubahan iklim.

Selain sahamnya di Sun Cable, Cannon-Brookes juga memiliki saham di perusahaan utilitas Australia AGL Energy.

Mengenal sosok Mike Cannon-Brookes

Michael Cannon-Brookes merupakan pria kelahiran Australia pada 17 November 1979. Dia merupakan putra dari seorang eksekutif perbankan global, juga bernama Mike, dan istrinya, Helen.

Dia menempuh pendidikan di Cranbrook School di Sydney, dan kemudian lulus dari University of New South Wales dengan gelar sarjana dalam sistem informasi pada beasiswa ko-op UNSW.

Sebelum mendirikan Atlassian dan menjadi miliarder, Cannon-Brookes merintis usahanya dengan mendirikan alat manajemen penanda halaman internet bernama The Bookmark Box bersama teman sekelasnya di universitas, Niki Scevak. Namun, The Bookmark Box kemudian dijual ke Blink.com pada 2000.

Kemudian, pada 2002, setelah lulus kuliah Cannon-Brookes mendirikan Atlassian, sebuah perusahaan perangkat lunak kolaborasi. Di perusahaan tersebut, dia menjabat sebagai salah satu CEO, bersama Scott Farquhar. 

Niat awalnya mendirikan Atlassian sederhana, mereka berusaha mendapatkan upah yang layak sebesar AU$48.000 tanpa harus bekerja untuk orang lain.

Produk pertama Atlassian adalah Jira, sebuah perangkat lunak penyusunan proyek dan masalah dalam proyek. Mereka memutuskan untuk tidak lagi mengeluarkan biaya untuk merekrut staf penjualan, dan malah menghabiskan waktu dan uang mereka untuk membuat produk yang bagus dan menjualnya dengan harga yang lebih terjangkau melalui situs web Atlassian.

Seiring dengan perkembangan perusahaan, pada 2005, mereka membuka kantor di New York, tempat sebagian besar klien mereka berada. Kemudian di tahun yang sama, mereka memindahkan kantor AS ke San Francisco, karena memiliki lebih banyak talenta teknis yang relevan.

Atlassian mendapatkan pendanaan eksternal pertamanya sebesar US$60 juta dari Accel pada 2010. Kemudian pada 2014, lagi-lagi mereka memindahkan kantor perusahaan ke Inggris, sebelum penawaran umum perdana (IPO).

Atlassian memulai debutnya di bursa saham Nasdaq pada Desember 2015, dengan kapitalisasi pasar sebesar US$4,37 miliar. IPO tersebut menjadikan Cannon-Brookes dan Farquhar sebagai miliarder teknologi pertama di Australia.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper