Bisnis.com, JAKARTA - Tak hanya bank negara dan bank nasional, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) juga semakin menampakkan taringnya dalam kontribusi pada perekonomian Indonesia.
Tersebar dan beroperasi di daerah luar Ibu Kota juga tak membuat kinerja BPR-BPR ini melempem di tengah maraknya kasus kredit macet di sejumlah BPR. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap bahwa tren lonjakan pada kredit macet BPR.
Tak sedikit BPR yang memiliki aset jumbo hingga di atas Rp2 triliun. Berdasarkan penelusuran Bisnis, sedikitnya ada lima BPR yang memiliki aset di atas Rp2 triliun.
Kelima bank ini tersebar di beberapa provinsi di Indonesia, mulai dari Lampung hingga Bali.
Pertama, ada PT BPR Eka Bumi Artha yang berada di Provinsi Lampung tercatat menjadi BPR dengan aset terbesar yakni Rp9,24 triliun hingga akhir September 2022.
Selain itu, ada juga PT BPR Lestari Bali yang mencatatkan total aset Rp6,78 triliun pada periode sama. Kemudian ada PT BPR Surya Yudhakencana, PT Hasamitra, dan PT Modern Express yang mencatatkan kinerja cemerlang sampai dengan tahun lalu.
Baca Juga
Lantas siapa saja sosok di balik BPR dengan aset jumbo ini?
1. PT BPR Eka Bumi Artha
BPR Eka Bumi Artha atau yang kerap disebut dengan Bank Eka ini awalnya merupakan Bank Pasar Kosgoro yang didirikan pada 1967. Awalnya bank ini belum memiliki badan hukum hingga pada 6 Agustus 1970, Menteri Keuangan mengatur pendirian bank-bank desa dan bank-bank pasar, agar bank tersebut terlebih dahulu mendapatkan perizinan dari Menteri Keuangan.
Selanjutnya, pada 21 Januari 1971, Bank Indonesia juga mengeluarkan surat edaran tentang pedoman sementara Bank Pasar. Berdasarkan dua surat tersebut, para pendiri Bank Pasar Kosgoro sepakat untuk melanjutkan usaha bank pasar sesuai dengan ketentuan pemerintah dan mengubah Bank Pasar Kosgoro menjadi bank yang sesuai dengan aturan tersebut dengan nama Bank Pasar.
Kemudian, pada 28 Agustus 1972, para pendiri, Awet Abadi, Anwar Jacub, Sukemi, Soekarno Gondoatmodjo, Bedjo Setiadarma, Raden Supena, Raden Sabikoen dan Raden Soedarsono bersepakat untuk mendirikan perseroan dengan nama ‘PT Bank Pasar Eka Karya’.
Pada saat itu, modal dasar perseroang hanya sebesar Rp3 juta, yang terdiri dari 200 saham utama bernilai Rp10.000 per saham atau sebesar Rp2 juta, dan 100 saham biasa dngan nilai Rp10.000 per saham atau Rp1 juta.
Dari jumlah tersebut, modal yang ditempatkan pada saat pendirian adalah sebanyak 60 (enam puluh) Saham Utama yaitu masing masing 10 (sepuluh) atas nama Awet Abadi, Anwar Jacub, Sukemi, dan Soekarno Gondoatmodjo, dan masing masing 5 (lima) Saham Utama atas nama Bedjo Setiadarma, Raden Supena, Raden Sabikoen dan Raden Sudarsono, sehingga Modal Ditempatkan seluruhnya sebesar Rp600.000, dan telah disetorkan tunai sebanyak 10 persen atau Rp60.000.
Namun, perjalanannya juga tidak mulus karena ternyata nama bank tersebut sama denan perusahaan lain. Sehingga pada 8 September 1976 diadakan perubahan nama Perseroan Terbatas Bank Pasar “Eka Karya” menjadi Perseroan Terbatas Bank Pasar “Eka Bumi Artha”.
Perubahan nama perseroan tersebut akhirnya dapat diterima oleh Departemen Kehakiman Republik Indonesia. BPR ini kini menjadi BPR dengan aset tertinggi di Indonesia dengan salah satu pendirinya, Awet Abadi, masih menduduki kursi Komisaris.
2. BPR Lestari Bali
Nama Alex Purnadi Chandra atau sering dipanggil APC menjadi salah satu sosok di balik kesuksesan BPR Lestari yang kini menjadi salah satu BPR dengan aset terbesar.
Alex memiliki pengalaman puluhan tahun di dunia perbankan sebelum akhirnya membangun Grup Lestari yang menaungi BPR Lestari Bali.
Dia sempat menjadi Kepala Cabang BCA di Bali saat usianya baru 29 tahun. Dia kemudian pindah haluan menjadi pengusaha dan mengakuisisi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Seri Artha Lestari pada 1999.
Namun, siapa sangka ternyata Alex harus mempertaruhkan seluruh modal dan karir untuk membeli bank yang nyaris bangkrut itu.
BPR Sri Artha Lestari saat diakuisisi hanya memiliki asetnya Rp300 juta dan kredit macetnya hampir 70 persen. Dia kemudian bersama rekannya membenahi bank tersebut.
Tidak semudah membalik telapak tangan, reformasi Bank Lestari memakan waktu bertahun-tahun. Empat tahun pertama, belum ada transaksi bahkan lowongan pekerjaan juga tak ada yang ambil. Tak hanya susah cari nasabah, cari karyawan pun sulit.
Momentum kebangkitan Alex muncul pada 2003 ketika ada seorang nasabah yang memercayakan untuk menaruh deposito sebesar Rp25 juta.
Keuletan Alex membawa angin segar, dua tahun berselang tepatnya pada 2005, BPR Lestari berhasil menembus asset Rp54 miliar dan meraih predikat Local Champion di Bali.
Kini di bawah naungan Lestari Group, BPR Lestari telah mengepakkan sayapnya di seluruh Pulau Jawa dan Bali dengan total aset pernah mencapai Rp7,7 Triliun, dan sampai akhir 2022 di sekitar Rp6,7 triliun.
3. PT BPR Surya Yudhakencana
BPR Surya Yudha merupakan salah satu bank yang berpusat di Provinsi Jawa Tengah, tepatnya di Banjarnegara. Bank ini didirikan oleh Satriyo Yudiarto pada April 1992.
Satriyo Yudiarto merupakan pria kelahiran Majenang, 6 September 1947 yang sempat menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Perbankan (STIKUBANK), dan lulus pada 1971 sebagai lulusan terbaik.
Bank ini didirikan dengan modal awal Rp120 juta, dengan total pegawai hanya 13 orang. Saat ini, BPR Surya Yudha sudah mengantongi aset senilai Rp2,8 triliun.
Satriyo Yudiarto sendiri menjabat sebagai Pemegang Saham Pengendali BSY Banjarnegara sejak berdirinya BSY dan sejak Februari 2018 Satriyo sudah tidak menjabat sebagai Komisaris Utama BSY Banjarnegara.
Selain itu, saat ini dia menjabat pula sebagai Komisaris Utama Surya Yudha Park/Hotel, dan Komisaris Utama PT Kusuma Agung Sejahtera (Pemilik Hotel Santika Purwokerto).
Sebelumnya, Satriyo pernah bekerja di The Bank of Tokyo, Ltd (1972-2000) dan mencapai puncak karir sebagai Senior Assistant General Manager dan merangkap sebagai Senior Operation Manager.
Dia juga pernah menjabat sebagai Penasehat DPP Perbarindo, Penasehat DPD Perbarindo Jawa Tengah, Sekjen Foreign Bank Sports Club Jakarta, Ketua Bank of Tokyo Recreation Club Jakarta, Ketua Ikatan Alumni Stikubank Semarang di Jakarta, dan Sekjen Ikatan Keluarga Banjarnegara (IKABARATA) di Jakarta.
4 . PT Hasamitra
PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Hasamitra didirikan di Makassar pada tanggal 15 November 2005 oleh Yonggris Lao. Dia merupakan alumnus Universitas Hasanuddin Makassar yang membangun BPR ini setelah menyelesaikan gelar master Manajemen Marketing pada 2006.
Dia mendirikan bank tersebut dengan modal awalnya sebesar Rp2 miliar. Kini, setelah tahun ke-17, BPR Hasamitra tetap menunjukkan pencatatan kinerja yang cukup baik. Dari segi aset, sampai dengan 2022 tercatat telah mencapai Rp2,63 triliun.
5. PT BPR Modern Express
BPR Modern Express merupakan BPR yang berdiri di Ambon Maluku yang saat ini memiliki aset terbanyak kelima di Indonesia senilai Rp2,31 triliun.
Bank ini merupakan anak usaha dari PT Modern Multiartha (MMA) yang menggenggam 95 persen saham Modern Express. Di balik MMA ada sosok Bob Sugiarto, Sonny Waplau, dan Robinson Sanjaya.
Sonny Waplau merupakan komisaris utama dan Robinson Sanjaya merangkap sebagai komisaris perusahaan holding.
Adapun, Bob Sugiarto diketahui pernah muncul sebagai salah satu dari 20 pemegang saham terbesar di PT Golden Energy Mines Tbk. dengan jumlah kepemilikan saham sebesar 1.189.800 lembar saham atau sekitar 0,02 persen.
Adapun, status kepemilikan saham Bob Sugiarto pada Golden Energy Mines tercatat sebagai individu lokal pada akhir 2021 lalu.
Sementara itu, founder lainnya yakni Sonny Waplau yang juga merangkap sebagai Komisaris Utama Modern Multiartha. Sosok ini diketahui pernah menjabat sebagai anggota komisi V DPR - RI pada periode 2009 - 2014 dari fraksi Partai Demokrat.
Pada masa jabatannya tersebut, Sonny kerap menangani masalah Perhubungan, Telekomunikasi, Pekerjaan Umum, Perumahan Rakyat, Pembangunan Pedesaan dan kawasan tertinggal.