Bisnis.com, JAKARTA – Mengutarakan apa yang ada dalam pemikiran Anda mungkin bisa menciptakan isu, tetapi itu hanya bisa menghasilkan publisitas dan mati setelah kontroversi berakhir.
Sementara itu, ada banyak cara untuk menciptakan perubahan. Agar perubahan terjadi, harus ada tindakan yang disertai dengan informasi. Dengan munculnya teknologi, penyebaran informasi bisa menjadi lebih mudah.
Inilah yang menjadi landasan pemikiran seorang Ben Rattray. Hasil dari realisasi ini adalah Change.org yang telah memiliki jutaan anggota. Dimulai dengan hanya 10 karyawan, Rattray kini mempekerjakan ratusan orang dari berbagai negara.
Mereka memulainya sebagai jaringan sosial. Namun, situs tersebut telah merevolusi cara setiap orang membuat sentimen mereka menjadi didengarkan. Change.org memungkinkan siapa pun membuat petisi untuk hal-hal yang mereka pedulikan.
Change.org juga memungkinkan konvergensi sehingga pihak yang merasa dirugikan dapat mencari keadilan dengan membuat pihak lawan menanggapi masalah mereka. Tak hanya di negeri asalnya, Amerika Serikat (AS), jangkauan Change.org telah jauh hingga mencapai wilayah Afrika.
Mereka mendorong pemerintah Afrika mengatasi masalah perkosaan korektif setelah seorang wanita menuliskan sebuah petisi untuk mengubah undang-undang di negaranya dan mengutuk praktik itu yang dilakukan dengan dalih membantu penyembuhan disorientasi seksual.
Sebagai sang CEO, pencapaian Rattray dengan Change.org dihujani banyak apresiasi internasional. Ia pernah masuk dalam daftar “World's Most Influential People” versi majalah Time dan “40 Under 40 Rising Young Business Leaders” versi Fortune.
Siapa sangka cita-cita awal sosok pebisnis tampan nan brilian yang dipuja banyak wanita ini sebenarnya 'cuma' ingin menjadi seorang bankir yang sukses. Apa yang mengubahnya?
Keluarga Konservatif
Benjamin Michael Rattray dilahirkan pada 16 Juni 1980 dalam keluarga yang terbilang konservatif. Ayahnya, Michael, berprofesi sebagai Manajer Pertahanan untuk Raytheon, sebuah perusahaan kedirgantaraan, sedangkan Ibunya, Judy, bekerja sebagai seorang Manajer Penjualan.
Dilansir The Extraordinary, bersama keempat kakak adiknya, setiap musim panas, mereka sekeluarga pergi ke Scottsdale, Arizona, untuk tinggal di rumah kakek nenek mereka.
Di kemudian hari, masa kecilnya disebut berisikan kenangan bahagia dengan banyak aktivitas olah raga dan prestasi. Orangtuanya tidak memaksakan terlalu banyak aturan serta memberi anak-anak mereka keseimbangan dan dukungan ketika membutuhkan bimbingan.
Sejak kecil, Rattray telah menunjukkan bakat berbisnis dengan bertukar kartu bisbol kepada teman-temannya.
Menyadari bakatnya berbisnis dan menghasilkan banyak uang, Rattray hanya punya satu tujuan dalam hidup saat dia tumbuh dewasa. Ia ingin berjalan menyusuri Wall Street dengan setelan jas dan menghasilkan uang sebanyak yang dia bisa.
Di sekolah menengahnya di Dos Pueblos, ia telah dikenal berotak encer. Kerap menjadi andalan di bidang olah raga, menjabat ketua OSIS, dan siswa yang sangat brilian, adalah beberapa alasan mengapa teman-teman sekolahnya memujanya.
Pengakuan Sang Adik
Untuk mendukung impiannya menjadi seorang profesional di Wall Street, Rattray mendaftar masuk program Ilmu Politik dan Ekonomi Universitas Stanford.
Ia menunjukkan banyak potensi bisnis dan mencatat prestasi yang baik di bangku universitas. Segala-galanya terlihat begitu mulus dan mengagumkan hingga datanglah suatu momen yang mengubah arah tujuannya.
Pada suatu musim panas, saat sedang pulang ke rumah orangtuanya, salah satu adik laki-lakinya, Nick, mengungkapkan bahwa dirinya adalah gay.
“Dia mengatakan bahwa hal paling menyakitkan menjadi gay adalah ketika melihat orang-orang baik berpangku tangan dan tidak melakukan apa pun untuk menghentikan diskriminasi,” ucap Rattray dalam suatu kesempatan, dikutip dari Mirror.
Pengakuan sang adik menjadi pengalaman transformatif bagi Rattray. Ini menunjukkan bertapa impiannya mengejar kesuksesan telah membutakannya dari permasalahan yang terjadi di sekelilingnya.
“Saya merasa malu dengan keegoisan saya. Namun saat saya mulai peka atas ketidakadilan di sekeliling, saya juga merasa tidak berdaya untuk melakukan sesuatu,” lanjutnya.
Ia tidak tahu harus berbuat apa. Jelas, sang adik meminta dukungannya, walaupun secara diam-diam karena pandangan sosial terhadap kaum homoseksual bahkan di dalam rumah mereka sendiri.
Meski tidak dapat membantu adiknya, Rattray mulai berpikir menggunakan pengetahuan teknologi dan berbisnisnya untuk memulai bisnis yang bertanggung jawab secara sosial. Suatu bisnis yang dapat memungkinkan siapa pun menyuarakan sentimen mereka dan menarik dukungan.
Bye-bye Wall Street
Namun, apa yang benar-benar mendorong awal mula Change.org adalah kemunculan Facebook. Media sosial bertujuan untuk menghubungkan setiap orang serta memungkinkan pertemanan virtual dan korespondensi gratis dengan cara yang tidak pernah mungkin sebelumnya.
Setelah lulus dari Stanford, Rattray bertolak ke London dan memasuki London School of Economics and Political Science. Selama di London, ia menghabiskan sebagian besar waktunya membaca buku dan mengambil inspirasi dari para pemikir terbesar di masa lalu dan masa kini.
Buku yang menginspirasinya untuk menciptakan perubahan melalui media sosial adalah “The End of History and the Last Man”. Dalam buku itu, penulis berpendapat bahwa demokrasi liberal sekarang dapat dengan mudah dicapai, didukung kekuatan publik dan teknologi.
Rattray tidak lagi hanya ingin menghasilkan uang dan bekerja di Wall Street. Inspirasi yang didapatnya berikut pengakuan sang adik membuatnya mempertimbangkan karier dalam hukum untuk kepentingan publik.
Dia pun memutuskan untuk masuk New York University dan belajar untuk menjadi pengacara. Namun, ketika seseorang pertama kali memperlihatkan Facebook kepadanya, segala sesuatu berubah.
Terinspirasi oleh pemikiran menggunakan media sosial untuk menciptakan perubahan positif dan menyadari kekuatan yang akan datang di ujung jarinya, Rattray mulai mempertimbangkan untuk memulai perusahaan teknologi sendiri.
Memulai Change.org
Keputusan Rattray untuk meninggalkan cita-cita awalnya termasuk rencana menjadi pengacara sempat mencetuskan kekhawatiran dalam hati sang Ibu.
“Ketika Ben menanggalkan rencana tentang Wall Street, itu sedikit menakutkan. Saya pikir dia selalu dapat kembali ke rencana itu,” ujar Judy, seperti dilansir dari SF Gate.
“Tapi dia menunjukkan kepada saya untuk berpikir kembali tentang kesuksesan, uang, hak-hak kaum gay. Generasinya adalah tentang pengalaman, bukan hal-hal. Jika Anda memiliki niat dan mengikutinya, itu adalah sesuatu yang sangat kuat.”
Menyiapkan situs baru seperti Change.org tentu bukan perkara mudah. Pertama dan yang paling penting, dia membutuhkan modal. Rattray bahkan harus meyakinkan mitra bisnisnya, Mark Dimas, untuk meninggalkan pekerjaannya yang berupah tinggi dan membantu memulai perusahaan itu.
Change.org akhirnya diluncurkan pada tahun 2005 sebagai situs penggalangan dana untuk organisasi-organisasi nirlaba.
Situs ini tidak memiliki banyak aktivitas berarti selama tiga tahun berikutnya, sehingga mereka memutuskan merekrut blogger untuk menuliskan tentang isu-isu demi menarik lebih banyak traffic.
Langkah itu mampu menunjukkan hasil. Publik mulai menyadari kehadirannya. Namun, 2009-lah yang menjadi tahun kebangkitan bagi Change.org.
Fokus Pada Petisi
Meski fitur petisi telah tersedia dalam situs itu, belum ada yang benar-benar berpikir fitur itu akan mencapai sesuatu hingga Change.org menjadi host petisi yang dibuat oleh seseorang setelah melihat seorang tunawisma ditilang oleh seorang polisi karena tidur di jalanan.
Tidak ada yang mengira bahwa petisi itu akan menarik perhatian banyak pihak. Namun yang terjadi kemudian adalah yang sebaliknya. Petisi itu dibanjiri banyak tanda tangan. Traffic Change.org serta merta melonjak.
Kantor walikota setempat dibombardir dengan e-mail yang memaksanya untuk mengatasi masalah itu. Protes oleh setidaknya 20 orang diadakan pada hari yang sama dan peraturan pun diubah.
Ini adalah awal dari apa yang membawa keberhasilan selanjutnya bagi Change.org yakni membuat petisi. Dengan petisi, publik dapat berbagi pengalaman atau sentimen yang sama, individu-individu yang tidak berdaya dapat bekerja sama untuk melakukan hal-hal baik dan menjalankan semangat demokrasi.
Rattray tahu mereka bergerak menuju sesuatu yang sangat berarti. Tidak harus dalam skala besar, petisi bisa relevan bahkan dengan beberapa orang yang ingin mengubah sistem menjadi lebih baik.
“Ini Bayiku”
Apa yang banyak orang tidak tahu adalah bahwa Change.org suatu organisasi laba ini yang bersertifikasi B dan memiliki misi dalam aturannya. Rattray mengubah permainan tentang bagaimana perbuatan baik dilakukan dengan tetap menjadi perusahaan laba tanpa mengorbankan misinya.
Rattray tidak memiliki niat untuk menjual ataupun menjadikan bisnisnya sebagai organisasi nirlaba. Penting bagi Change.org untuk tetap seperti itu, menurut laporan Tech Crunch.
“Rattray dan perusahaan berada dalam sebuah misi untuk membuktikan kepada startup, investor (dan dunia) bahwa adalah mungkin untuk membangun bisnis yang berorientasi sosial dan didorong misi tanpa menjadi organisasi nirlaba,” jelas Tech Crunch.
“Sebuah bisnis yang dapat memiliki dampak nyata, tetapi juga menghasilkan uang dan mampu mempekerjakan bakat dengan level yang sama seperti yang dimiliki Facebook dan Google.”
Masuk akal ketika kita melihatnya dari perspektif itu. Rattray memang bertekad untuk membuatnya berhasil. Dia tidak lagi tertarik untuk menghasilkan uang sendiri.
Dilansir wn.com, pada Mei 2013, Change.org mengumumkan investasi senilai US$15 juta yang dipimpin oleh Omidyar Network.
“Sekarang, teman dan keluarga mendukungku. Saya berencana membalas yang mereka lakukan di masa mendatang. Saya menghabiskan uang dari pekerjaan konsultasi untuk situs ini. Saya menempatkan semua uang yang aku miliki untuk ini, ini bayiku,” tandas Rattray, dikutip dari The Wall Street Journal.