Sebelumnya, anggota DPD RI Bambang Sadono memandang perlu membentengi masyarakat dari berita hoaks dengan memberi pengetahuan yang cukup mengenai teknologi informasi plus segala aturan mainnya.
Edukasi terkait dengan berita hoaks itu penting supaya mereka tidak mudah memercayai informasi yang beredar di media sosial sekaligus mencegah netizen berurusan dengan hukum.
Selain itu, kata Bambang yang juga Ketua Badan Pengkajian MPR RI, netizen bisa membedakan apakah informasi di media sosial itu benar atau hoaks. Dengan demikian, mereka akan lebih berhati-hati sebelum menyebarluaskan informasi melalui media sosial.
Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi Publik Diskominfo Provinsi Jawa Tengah Evi Sulistyorini tampil dengan materi berjudul "Melawan Pemberitaan Tidak Benar (Hoax)", mengajak masyarakat untuk memerangi berita hoaks.
Ia lantas menyebutkan sejumlah kegiatan, antara lain, Deklarasi Masyarakat Indonesia Antihoaks oleh Gubernur Jateng Ganjar Pranowo di kawasan Car Free Day Jalan Pahlawan, Minggu (8/1); acara di sebuah stasiun televisi swasta di Semarang dengan tema "Melawan Berita Tidak Benar (Hoax)", Selasa (10/1); "Tolak Hoax" di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Senin (9/1); publikasi melalui media sosial.
Pada kesempatan itu dia juga mengingatkan akan sanksi yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Dalam Pasal 28 Ayat (1) UU ITE, disebutkan bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik, dapat dituntut di sidang pengadilan.
"Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Ayat (1) atau Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak satu miliar rupiah," katanya lagi.