Bisnis.com, JAKARTA - Sepanjang 2015 -2016, Kementerian Agama telah menjatuhkan sanki kepada 90 Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Agama karena terkait kasus pungutan liar (pungli). Sebanyak 60 ASN terkait pungli di Kantor Urusan Agama, sedang 30 lainnya terkait pungli di madrasah.
Hal ini disampaikan oleh Irjen Kemenag M. Jasin. Menurutnya, sanksi yang diberikan mencakup ringan, sedang, dan berat. Sanksi ringan berupa teguran lisan, tertulis, dan pernyataan tidak puas yang diberikan kepada 22 ASN terkait pungli di KUA dan 20 ASN terkait pungli di madrasah.
Sanksi sedang berupa penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun, penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun, dan penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama satu tahun, diberikan kepada 21 ASN KUA dan 5 ASN Madrasah.
Hukuman berat berupa penurunan pangkat lebih rendah selama 3 tahun diberikan kepada 4 ASN KUA dan 3 ASN Madrasah. Sedang pembebasan dari jabatan diberikan kepada 9 ASN KUA dan 2 ASN Madrasah.
"Yang lebih memprihatinkan, 4 ASN KUA kita beri hukuman berat berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri," tegas M. Jasin saat ditemui usai rapat penanganan pungli di kantornya, Jumat (18/11/2016) lalu.
Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden No 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli). Itjen mengaku telah melakukan audit, bahkan sebelum Perpres ini terbit, terhadap aduan masyarakat tentang penyimpangan oknum KUA. Penyimpangan itu antara lain berupa pemberian jasa pencatatan nikah.
Aturannya, pencatatan nikah gratis jika dilakukan di kantor. Jika di luar kantor, calon pengantin harus menyetorkan Rp600rb ke bank hingga mendapatkan kwitansi untuk diserahkan kepada penghulu. Praktiknya, uang Rp600ribu itu dititipkan kepada oknum KUA untuk disetor ke bank, tapi tidak dilakukan. Peristiwa nikahnya tetap berjalan di rumah, namun administrasinya dibuat seakan pernikahan dilakukan di kantor.
Untuk kasus di madrasah, hasil auditItjen menemukan sejumlah modus pungli, antara lain penggunaan dana komite yang tidak sesuai ketentuan. M Jasin mencontohkan, penggunaan dana komite untuk honorarium ASN yang bersifat rutin, misalnya: uang transport rutin, uang lelah rutin, insentif rutin, atas pelaksanaan kegiatan yang masih dalam ruang lingkup dan tugas fungsinya.
Modus lainnya, menurut M Jasin adalah mark up uang seragam. Itjen menemukan ada oknum madrasah yang menaikan harga seragam lebih dari dua kali lipat. Pantauan Itjen di penjahit, biaya membuat seragam (atasan dan bawahan) berikut ongkos jahitnya hanya Rp900ribu. Namun, Itjen menemukan ada oknum madrasah yang menarik biaya seragam hingga Rp2,4juta.
Temuan lainnya berupa penggunaan bantuan operasional sekolah atau BOS untuk kegiatan fiktif, baik untuk konsumsinya maupun ATK nya. Ada juga oknum yang memanfaatkan uang hasil pungli tersebut untuk kegiatan rekreasi.
Kepada masyarakat, M Jasin menginformasikan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, ASN sudah diberi imbalan berupa gaji. Di samping gaji, para penghulu juga mendapat imbalan atas prestasi kerjanya yang disebut dengan tunjangan kinerja. Mereka juga menerima sebagian dari PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dari peristiwa nikah dan rujuk yang dilakukan di luar kantor.
"Mereka menerima lumayan itu secara akumulatif. Jadi masyarakat jangan merasa kasihan kepada penghulu, mengira tidak dapet apa-apa," ujarnya sembari mengatakan kalau zamannya sudah berbeda.
Hal sama juga terjadi pada guru madrasah. Selain gaji, para guru juga sudah menerima tunjangan profesi.
Kasus Pungli, 86 ASN Kemenag Kena Sanksi, 4 Dipecat
Sepanjang 2015 -2016, Kementerian Agama telah menjatuhkan sanki kepada 90 Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Agama karena terkait kasus pungutan liar (pungli). Sebanyak 60 ASN terkait pungli di Kantor Urusan Agama, sedang 30 lainnya terkait pungli di madrasah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Topik
Konten Premium