Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KREDIT RUMAH: Mengkalkulasi Pembiayaan Rumah Secara Syariah

BISNIS.COM, JAKARTA— Batasan minimal uang muka Kredit Pemilikan Rumah (KPR) untuk bank syariah yang diperlakukan sama dengan bank konvensional, dinilai akan menyebabkan 35% nasabah bank berbasiskan tradisi Islam itu kembali beralih ke bank konvensional.

BISNIS.COM, JAKARTA— Batasan minimal uang muka Kredit Pemilikan Rumah (KPR) untuk bank syariah yang diperlakukan sama dengan bank konvensional, dinilai akan menyebabkan 35% nasabah bank berbasiskan tradisi Islam itu kembali beralih ke bank konvensional.

Pada tahun lalu, Bank Indonesia menetapkan batas maksimal plafon KPR atau rasio  loan to value (LTV) mencapai  70% dari nilai properti tersebut. Aturan itu berlaku untuk rumah maupun apartemen dengan luas lebih dari 70 m2.

Pada awalnya, regulasi yang menyebabkan masyarakat harus membayar uang muka KPR minimal 30% tersebut hanya berlaku untuk bank konvensional. Namun, BI kemudian juga memberlakukan regulasi yang sama untuk bank syariah.

Manager Research and Consultancy Coldwell Banker Commercial Meyriana Kesuma menuturkan ketika aturan tersebut hanya mengikat perbankan konvensional, konsumen banyak beralih menggunakan fasilitas pengajuan KPR melalui perbankan syariah.

Sebelumnya, jelas Meyriana, masyarakat banyak memilih mengajukan pembiayaan kepemilikan rumah melalui bank syariah karena batas pembayaran uang muka bisa lebih rendah, yakni sekitar 20%.

“Namun sejak aturan tersebut diberlakukan juga pada bank syariah, konsumen banyak yang berpindah kembali. Ada sekitar 30%-35%,” tuturnya.

Karena bunga yang dipatok  bank syariah  adalah tetap selama masa angsuran, maka konsumen tertarik untuk memilih
pembiayaan sistem itu. Meski bunga yang berlaku berada di kisaran 10%-12%.

“Konsumen dapat mengetahui secara pasti besaran angsuran mereka selama masa pembayaran. Besaran angsuran bisa dihitung, karena bunga yang berlaku tetap,” paparnya.

Tetap Ada

Head of Permata Syariah Achmad K. Permana menuturkan bahwa sebenarnya masih ada ruang bagi KPR bank syariah untuk bersaing dengan bank konvensional. Hal itu, katanya, karena masih adanya jenis KPR yang batas minimal uang mukanya 20%, bukan 30%.

KPR di divisi syariah Bank Permata sendiri membagi ke dalam dua akad, yakni murabahah dan ijarah muntahiyyah bittamlik (Imbt).

Murabahah adalah akad pembiayaan dengan prinsip jual beli yang menyertakan harga pokok dan keuntungan (margin) yang telah disepakati sebelumnya. Dengan demikian, selama masa pembiayaan, jumlah angsuran
tidak akan berubah terlepas dari kondisi ekonomi saat itu. Namun akad inilah yang terkena aturan maksimal LTV 70% dari BI. Unit usaha syariah Bank Permata menetapkan kisaran marginnya 11%-14% untuk tenor maksimal 5 tahun.

Sementara itu, Imbt merupakan akad pembiayaan dengan prinsip sewa beli antara bank dan nasabah terhadap unit properti. Dalam skema itu, nasabah nantinya membeli properti tersebut di akhir periode. Cicilan yang dibayar nasabah adalah untuk membayar bank sekaligus membeli unit rumah yang dimaksud.

Untuk skema ini,  BI justru hanya mensyaratkan adanya uang jaminan (deposit) nasabah kepada bank syariah paling rendah 20% dari nilai properti.

Uang jaminan tersebut nantinya akan diperhitungkan sebagai pembayaran atas pembelian rumah atau bangunan pada saat akad IMBT jatuh tempo. Margin yang ditetapkan oleh unit usaha syariah Bank Permata sekitar 8%-9% floating, bergantung pada masa pinjaman.

Dia mengungkapkan pembeli properti yang berniat menjadi investor,  umumnya memilih skema  Imbt. Hal itu dikarenakan, sertifikatnya dapat mengatasnamakan pihak bank. Dengan demikian, ketika dijual kembali, kerumitan
proses balik nama sertifikat bisa dikurangi.

 Kelebihan Syariah

Perencana Keuangan Mohammad B. Teguh mengatakan pembiayaan atas kepemilikan properti dari bank syariah

sebenarnya masih memiliki sejumlah kelebihan dibandingkan dengan bank konvensional. Salah satunya adalah angsuran yang tetap selama masa pinjaman.

“Memang angsuran tetap tadi menyebabkan konsumen mau tidak mau memilih skema murabahah yang DP minimalnya 30%, tapi kan masih ada akad lain seperti Imbt yang DP-nya masih bisa 20%,” paparnya.

Terkait kurang populernya pembiayaan kepemilikan rumah bank syariah dibandingkan bank konvensional, menurut Teguh, disebabkan karena tidak banyaknya bank syariah yang bekerja sama dengan pengembang properti. Jika belum banyak dilakukan, maka konsumen pun jadi tidak punya banyak pilihan.

Namun, ketika konsumen membeli unit properti di luar penawaran pengembang, di pasar sekunder misalnya, maka dia bisa membandingkan skema pembiayaan atas kepemilikan properti dari banyak bank, baik konvensional maupun syariah. (ltc)

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Fatia Qanitat
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper